Aku ingin mendengar suaramu, yang tertanam dalam kerongkongan meja pembesar. Menjerit halus namun  menguarkan kepahitan kaum marjinal.
Suara-suara tak berbentuk rumus fasal undang-undang, hanya didengarkan ketika musim pemilu menjelang. Selebihnya, bagaikan onggokan kertas kosong tanpa nominal.
Apakahmustahil mencantolkan keadilan dalam setiap kebijakan. Berpihak kemakmuran, mengedepankan adab dalam setiap pembangunan.
Aku ingin kembali mendengar suaramu, sekali lagi. Di iringi gerimis sunyi birokrasi, di antara lembaran rapat berupa perdebatan panas pemilik modal.
Suara-suara tak pernah mencapai tujuan. Seribu kelokan dengan sudut sempit menggaungkan sejuta kepentingan.
Jika satu saja suara itu di dengarkan, mari kita berpesta sebagai rakyat yang berdaulat. Cukup satu suara, karena itu adalah pertanda. Para pemimpin tidak alfa ketika mengayomi rakyatnya.
#####
Baganbatu, 25 juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI