Mohon tunggu...
Muhammad Khoirul Wafa
Muhammad Khoirul Wafa Mohon Tunggu... Penulis - Santri, Penulis lepas

Santri dari Ma'had Aly Lirboyo lulus 2020 M. Berusaha menulis untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Instagram @Rogerwafaa Twitter @rogerwafaa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alasan Mengapa Kita Harus Bersyukur, Bahagia, dan Bangga Menjadi Orang Indonesia

14 Mei 2020   05:17 Diperbarui: 14 Mei 2020   05:26 2613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


(Semoga tulisan ini bisa membuat kita semakin mencintai tanah air kita.)

Mengapa? Ya Indonesia adalah salah satu negara terbaik di dunia untuk ditinggali menurut saya. Bukan karena saya pernah keliling dunia dan mencoba membuktikan hipotesis tersebut. Gak perlu membuktikan kalimat "rumput tetangga selalu lebih hijau." Karena rumput saya memang benar-benar hijau.

Dengarkan lagunya Koes Plus. Seperti yang mereka bilang, tanah kita "tanah surga". Makanan apapun tersedia. Tanaman apapun hampir semua ada. Udara tak pernah terlalu panas, hingga tanah kita jadi gersang seperti gurun. Yang tak bisa ditanami rerumputan. Dan cuaca juga tak pernah terlalu dingin, hingga air harus beku karena turun salju. Barang-barang di Indonesia tidak mahal. Orangnya ramah-ramah, punya jiwa sosial tinggi, dan mereka senang dengan hidup yang sederhana. Kebahagiaan macam apalagi yang belum kita miliki di Indonesia?

Setiap negara memiliki budaya. Dan kultur. Punya peradaban. Makanya hukum adat itu sangat penting. Saya baru akhir-akhir ini menyadari betapa kaidah ushul al 'adat muhakkamah itu luar biasa.

Setelah saya sedikit melihat dunia dari film, buku, dan cerita pengalaman langsung mereka yang hidup di luar negeri. Melihat keluar jendela. Dan melihat sejarah bangsa sendiri.

Saya benar-benar bersyukur jadi orang Indonesia. Salah satu nikmat terbesar yang harus saya syukuri setelah nikmat Islam dan bisa bertemu dengan banyak guru-guru yang hebat, adalah menjadi orang Indonesia.

Banyak yang bercerita tentang bermacam hal, yang membuat saya makin bersyukur hidup jadi orang Indonesia. Di tengah desa kecil yang sejuk. Dan sepertinya saya sudah memiliki semua kebahagiaan yang saya inginkan, kecuali satu hal yang belum. Pasangan hidup. Semoga lekas ketemu. Hehehe.

***

Ini hanya gambaran kecil. Bagaimana orang luar negeri memandang kehidupan orang Indonesia. Mungkin pengalaman seperti ini tidak bisa mewakili seluruh pendapat. Tapi setidaknya kita jadi tahu, bagaimana orang luar negeri memandang bangsa kita.

"I have visited Indonesia 136 times and will visit and visit again and again.. Indonesia is one two countries which, when I am outside, I always feel like to go back and when I am in, I don't feel like to leave. Out of 55 countries I have visited, Indonesia is my top favorite after China." Kata seseorang yang sudah pernah keliling dunia.

Terjemahan kasarnya kurang lebih begini,

"Aku sudah mengunjungi Indonesia 136 kali, dan akan mengunjungi dan mengunjunginya lagi dan lagi... Indonesia adalah salah satu dari dua negara yang, ketika aku ada di luar, aku selalu ingin kembali, dan ketika aku berada di sana, aku nggak ingin pergi. Dari 55 negara yang aku kunjungi, Indonesia adalah favorit saya setelah Cina."

"Indonesians are more polite, more friendly, more humble and more dilligent than Malaysians."

Artinya, "orang Indonesia lebih sopan, lebih ramah, lebih sederhana dan lebih rajin dari pada orang Malaysia."

Ada lagi yang berkomentar seperti ini, tentang bangsa kita. Sumber akan saya cantumkan di akhir tulisan. Insyaallah.

"Orang Indonesia lebih menikmati keamanan dalam kehidupan sehari-hari daripada Malaysia. Mereka memiliki jumlah kriminal yang sedikit dan lebih sedikit lagi kecelakaan di jalan. Penukaran uang, toko perhiasan dan perumahan tidak memiliki pagar besi. Sebagian besar area pemukiman tidak memiliki penjaga."

"Orang Indonesia memiliki kebebasan politik daripada orang Malaysia. Walaupun Malaysia secara ekonomi lebih sejahtera, tapi orang Indonesia lebih terlihat senang dan puas dengan kehidupan sehari-hari."

"Orang Indonesia lebih bertanggung jawab secara sosial tapi Malaysia lebih individual. Walaupun ada kegaduhan antara Indonesia dan Malaysia di media, aku menemukan hal yang berlainan di lapangan. Orang Indonesia dan orang Malaysia dekat satu sama lain dalam hati. Bagiku, kegaduhan tersebut sengaja dibuat oleh sekolompok oknum untuk memecah belah kita tapi aku pikir itu tidak akan berhasil."

"Aku telah melancong ke 55 negara dan tinggal di beberapa negara. Indonesia adalah salah satu dari lima negara terfavorit selain Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan."

Itu tadi pendapat satu orang Malaysia yang pernah keliling dunia. Sekarang kita lihat bagaimana sebagian orang Filipina memandang bangsa kita.

"Indonesia is Philippines 2.0. If you don't get what I mean, it is like the Philippines but with more and bigger islands, better cuisine, much more authentic cultures, less identity crisis and currently, a more polite president (I am a Joko Widodo fan by the way, but I am not that knowledgeable of his policies)."

"Indonesia should be the rightful leader of Southeast Asia due to its sheer size in geography and people. I am fascinated that such a country, currently mired in political, economic and social problems, has the potential to be the region's shining beacon of what a democracy should be. The key word here is potential. And it seems to be heading in that direction."

"As a fellow developing country, I think we have much more to learn from Indonesia in terms of long-term planning and sustainable policies. Indonesia seems to have plenty of those, which helped the country come back stronger from setbacks, be it economic or political."

"I apologize for not knowing too much about your political and economic history but based on hunch and what I randomly read from the internet, Indonesia is improving in small but solid steps. In many ways, they have better approaches to similar issues than the Philippines."

Maksudnya kurang lebih seperti ini, jadi orang Filipina memandang bangsa kita sebagai sama-sama negeri kepulauan. Negeri bahari. Hanya saja ukuran Indonesia jauh lebih besar.

Tapi makanannya lebih enak di Indonesia. Krisis identitas juga lebih sedikit di Indonesia. Budaya orang Indonesia lebih otentik. Presidennya sopan dan baik. Pak Jokowi.

Indonesia dianggap potensial memimpin Asia Tenggara ke depan. Filipina sebagai sesama negara berkembang harus banyak belajar dari strategi Indonesia dalam hal kebijakan dan perencanaan jangka panjang. (Indonesia dipandang baik dalam hal ini oleh tetangga dekat negara kita.)

Demikian kata salah satu orang Filipina tentang kita.

Saya kira apa yang orang pikirkan tentang Pak Jokowi ya hampir sama terjadi di hampir semua negara lain. Biasa seperti itu. Saya pernah baca juga ternyata orang Israel sendiri banyak yang gak suka dengan Benjamin Netanyahu. Bukan berarti semua orang Israel itu setuju dengan kebijakan dalam negeri mereka terkait masalah Palestina kalau menurut saya.

Dikira orang Amerika Serikat itu suka semua sama Donald Trump? Yang benci Trump juga banyak. Yang benci Benjamin Netanyahu juga banyak. Orang mereka sendiri malah. Maksud saya, kita harus objektif, kalau pemerintah suatu negara itu mengambil kebijakan salah, bukan berarti rakyat mereka semua juga harus kita salahkan. Bukan berarti negara mereka harus kita benci. Negara mereka sebenarnya gak salah apa-apa kalau menurut saya.

Ini fenomena wajar yang gak perlu mengecilkan hati kita. Saya gak pro ataupun kontra dengan pemerintah. Selama kebijakan pemerintah itu benar, saya selalu mendukung. Tapi jika pemerintah salah, saya berhak tidak setuju dengan pemerintah.

Sudah cukup bahas pemerintah. Ada lagi orang Thailand. Apa kata mereka tentang Indonesia?

"As an archaeology student, I admire their Hindu and Buddhist past very much."

"Yeah, I know that now most of them are Muslims. But since Thailand was greatly influenced by India. So we tend to focus on Indian heritage in this region."

"Panji or Inao is very popular literature in Thailand (but I can't finish it because those Javanese names are too hard to memorize lol). "

"I don't wanna be rude to Muslims, but I somehow regret that the majority of them are not Buddhists or Hindus anymore. I'm not a strict Buddhist. I just want those Buddhist and Hindu cultures to keep going. But I'm glad that something is still alive such as Sanskrit names. And sorry for saying this, but Thai people don't like the country that uses Islamic law like a punishment for LGBT in Aceh."

"For the development, many Thais admire the development of Indonesia and some started to say "Stop worrying and talking about Vietnam will surpass us. We should worry about Indonesia instead.".

"Overall, we think of Indonesia as the country with interesting Buddhist and Hindu heritages even thought now most of them are Muslim."

Jadi orang tersebut adalah seorang mahasiswa arkeologi, yang mengagumi sejarah masa lalu Hindu dan Budha bangsa kita. Perlu kita tahu agama mayoritas di Thailand adalah Budha. Ada sedikit Islam juga, dan sangat sedikit Kristen juga Hindu. (Sejarah kerajaan nusantara memang menarik sih. Orang luar negeri saja sampai ada yang penasaran.)

Karena orang tersebut adalah non muslim, dia sedikit kecil hati, mengapa dulu negara dengan mayoritas penduduk Budha dan Hindu kok bisa menjadi mayoritas muslim. Kebudayaan Hindu Budha juga sudah hampir gak ada. Yang tersisa mungkin adalah Sansekerta. (Dan ada sedikit peninggalan candi sih sebenarnya... Orang ini mungkin gak pernah main ke Borobudur sih...)

Itu kalau boleh saya umpamakan, seperti kecewa hati saya mengapa Islam di Andalusia sekarang justru bisa jadi minoritas. Mengapa Cordova dengan masjid Mezquita yang indah itu, ada istana Alhambra di Andalusia, dan lain-lain, kok orang Islam kini harus tidak jadi mayoritas lagi disana. Padahal dulu dinasti Umayyah Spanyol luar biasa kuat dan besar kontribusinya. Ilmu pengetahuan demikian maju. Sekarang hanya tinggal kenangan.

Oh iya, terkait proses hukuman di Aceh. Menurut dia, orang Thailand sebenarnya tidak suka jika hukum Islam digunakan untuk menghukum LGBT di Aceh.

Orang Thailand kagum dengan pembangunan infrastruktur Indonesia yang gila-gilaan. (Saya juga kagum sebenarnya.) Bahkan sampai ada opini begini di Thailand, "Berhenti mencemaskan dan membicarakan tentang Vietnam akan melampaui kita. Kita seharusnya lebih khawatir pada Indonesia."

Orang Thailand memandang bangsa kita sebagai negara dengan penduduk yang ramah-ramah. (Seharusnya kita menjaga reputasi tersebut. Terutama orang Jawa. Yang sejak dulu terkenal sopan santunnya.)

Sayang budaya Jawa sebagai tempat kelahiran saya sudah mulai terkikis pelan-pelan. Sudah tinggal sedikit orang yang bisa berbahasa Jawa halus. Sudah mulai hilang budaya ketimuran kita. Padahal kalau kita bisa mempertahankannya itu, bangsa kita akan dikenal dengan bangsa yang jauh lebih baik daripada penilaian tadi.

Saya ingat sahabat saya bilang, salah satu tempat yang paling halus bahasa Jawanya adalah daerah Maron Purworejo. Apa kabar? Yang kalau bahasa Jawa halus sampai susah dimengerti. Hehehe.

***

Satu lagi yang sangat saya kagumi dari bangsa kita. Bangsa Indonesia. Budayanya. Dan warisan leluhurnya. Indonesia di mata saya adalah bangsa yang mampu membangun kultur dengan kebersamaan dan kebersatuan.

Saya seperti baru menyadari akan indahnya Pancasila saat merenungkan kenyataan sejarah bangsa kita. Akhirnya saya makin kagum pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia saya kira akan mampu tetap  bertahan dan berdiri untuk ratusan tahun lagi. Tidak seperti Majapahit. Mataram Kuno. Sriwijaya. Bahkan mungkin Uni Soviet. Atau negara lain yang sudah runtuh seperti Yugoslavia.

Dinasti Abbasiyah yang demikian besar saja bisa runtuh. Atau saat kita menengok kehebatan raja Charlemagne, Karel yang Agung itu? Wilayahnya setahu saya sekarang udah terpecah-pecah jadi negara Perancis, Belgia, Swiss, tambah sebagian negeri Belanda sekarang dan Jerman.

Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan dasar Pancasila, mungkin sampai nanti akan tetap wilayahnya berdaulat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai pulau Rote.

Gimana ceritanya bisa begitu? Sebenarnya ini hanya hipotesis saya pribadi. Kita lihat saja sejarah. Salah satunya dengan melihat fakta bagaimana pahlawan nasional kita berperang. Kisah-kisah heroik mereka yang luar biasa.

Kenyataannya, pahlawan kita berperang melawan penjajah dengan sendiri-sendiri. Dan mereka tidak bersatu demi Indonesia. Tapi demi sejengkal tanah yang ada di daerah mereka masing-masing.

Contohnya Pattimura, yang bertempur untuk mempertahankan pulau Maluku miliknya dari Belanda. Di daerah lain, Tuanku Imam Bonjol bertempur untuk mempertahankan Minangkabau. Padahal orang Bengkulu yang dekat dengannya juga sedang menghadapi musuh yang sama. Tapi perangnya sendiri-sendiri. Sedangkan Cut Nyak Dien bertempur untuk mempertahankan Aceh. Sementara orang di Bali mengobarkan perang Puputan demi pulau Bali. Bukan pulau yang lain. Pangeran Diponegoro? Kita tahu kisah beliau. Beliau gak berperang untuk Jawa Timur bukan?

Perjuangan yang sendiri-sendiri inilah akhirnya dimanfaatkan Belanda. Belanda bisa menang juga salah satunya mungkin memiliki garis komando yang terkoordinasi dengan baik. Satu pemimpin, satu garis perintah. Katanya juga ditambah lagi adanya sejarah pilu politik Devide at Impera. Gak begitu paham tapi saya sejarahnya.

Dan semua berubah sejak Indonesia merdeka. Belanda gak mampu menjajah Indonesia lagi. Karena salah satunya mungkin seluruh Indonesia sudah bersatu. Agresi militer Belanda bahkan sampai dua kali. Tapi apa manfaatnya?

Saya bayangkan hari ini jika ada bangsa lain yang berani mengusik kedaulatan Indonesia, mungkin seluruh rakyat yang bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan berdasarkan asas Pancasila akan bersatu.

Dari Sabang sampai Merauke jika dipanggil oleh negara. Mereka akan mempertahankan sejengkal tanah yang diusik itu, tak peduli orang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau agama lain. Tak peduli suku Jawa. Kalimantan. Madura. Bali. Atau Aceh dan lain sebagainya. Semuanya merasa memiliki sejengkal tanah itu. Memiliki kedaulatan itu. Maka jika dipanggil, mereka akan mempertahankan itu.

Bagaimana mungkin ada orang yang tega mengusik Pancasila? Membiarkan Indonesia jadi terpisah seperti dulu lagi, ketika zaman penjajahan. Saat orang belum mengenal Pancasila.

Menolak Pancasila bagi saya seperti mengkhianati sejarah dan darah pahlawan kita sendiri.

Sebab semua orang akhirnya hanya merasa memiliki daerahnya masing-masing. Mengunggulkan sukunya sendiri-sendiri. Tapi setelah Pancasila ada, Belanda dengan kekuatan militernya saja tidak bisa kembali menjajah Indonesia.

Juga dengan semangat kebersatuan Pancasila, kota Surabaya berhasil sejenak menahan invasi 10 November oleh Inggris. Inggris benar-benar harus geleng kepala, sampai kelelahan menjalani perang berlarut-larut melawan sebuah bangsa yang bahkan belum memiliki angkatan laut dan angkatan udara. Hanya bermodalkan semangat Pancasila. Berperangpun rakyatnya hanya membawa serta senjata seadaanya.

Semua orang dipanggil oleh resolusi jihad KH. Hasyim Asy'ari. Dan semua orang yang memang mampu, merasa terpanggil, dan akhirnya menjawab panggilan itu. Mereka meskipun bukan orang Surabaya, rela mati syahid demi Surabaya. Semua orang merasa memiliki Surabaya. Gak rela jika Surabaya diinjak-injak. Walaupun akhirnya kita kalah di Surabaya, tapi kita kalah dengan gagah berani. Tak ada setetespun pengorbanan darah para pahlawan di Surabaya yang sia-sia menurut saya.

Andaikan saja bangsa kita gak bersatu, kisah tentang pertempuran Surabaya gak akan seheroik yang kita tahu hari ini.

***

Meskipun kata Bhinneka Tunggal Ika sudah ada sejak zaman Majapahit, tapi itu adalah penggalan kalimat dalam kitab Sutasoma. Setahu saya bukan ideologi dan semboyan sebuah bangsa. "Mangkajinatwa lawan siwatatwa tunggal, bhinneka tunggal ika, tan hana dharmma mangrwa", artinya hakikat Buddha dan hakikat Siwa adalah satu. (Kapustakaan Jawi, 1952).

Orang dulu mungkin gak tahu apa itu Bhinneka Tunggal Ika. Sebab yang bisa baca tulisan sangat sedikit.

***

Mengapa ada yang masih berpikir ingin tinggal di luar negeri? Menganggap kehidupan di Indonesia kurang indah. Ya sebenarnya itu perspektif. Tapi saya ingin berbagi kisah ini. Agar kita semakin bersyukur dan mencintai tanah air kita.

Saya membaca buku mas Agustinus Wibowo. Dia bercerita tentang pengalamannya ada di China. Bertemu sejenak dengan suku Uyghur di dalam sebuah gerbong kereta. Anda tahu kan suku Uyghur?

Suku Uyghur adalah suku muslim minoritas di China. Saya gak bisa bayangkan, rasanya menjadi muslim minoritas di negara komunis seperti Tiongkok. Pasti rasanya gak enak. Makanya beruntunglah kita sebagai muslim, hidup di negara mayoritas muslim, yang memiliki presiden dan pemerintah yang kebanyakan adalah muslim. Nikmat apalagi yang kita dustakan?

Ada beberapa kalimat dalam kisah mas Agustinus Wibowo tadi yang ingin saya garis bawahi. Bagai muslim Uyghur memandang bangsa kita. Penilaian yang "polos" tentang betapa ingin sebenarnya mereka bisa jadi orang Indonesia. Mereka memanggil kita "indonosia"

"Demi komunikasi, ku keluarkan senjata andalan lainnya: brosur pariwisata Indonesia. Gambar pantai, orangutan, pura, masjid, komodo. Tapi yang jadi primadona adalah foto lelaki Papua berkoteka.

Nenek berkerudung sampai menjerit histeris, lalu dengan tawa membahana membawa brosur itu keliling sampai ke ujung gerbong, dipamerkan kepada semua orang. Suara tawa bergaung sambung-menyambung bak
tongkat estafet. Sekarang, tak ada dari dua ratusan penumpang di gerbong ini yang tidak mengetahui kehadiranku.

'Kamu enak, dari negara Muslim yang bagus. Kami sudah banyak dengar tentang Indonosia,' kata lelaki tua berpeci putih.

'Di dekat sini kan ada negara Muslim juga. Pakistan. Kakek pernah ke sana?'

'Ah. kamu masih anak-anak. Kamu tidak bakal mengerti,' katanya ketus."

Pakistan, meskipun juga negara mayoritas muslim seperti Indonesia, tapi hidup disana tak seenak hidup di Indonesia. Katanya begitu. Kelanjutan kisah mas Agustinus Wibowo makin membuat hati saya pilu.

"'Kami tak bisa dapat paspor! Mereka tak beri kami paspor! Kami tak bisa ke luar negeri! Kamu sungguh beruntung sebagai orang Indonosia, bisa ke mana-mana. Di sini kami selalu dicurigai. Ke Mekkah naik haji pun susah sekali, kami tak punya koneksi. Anak-anak kami tidak boleh belajar salat, di sekolah tidak boleh sembahyang.'

Penumpang di sekitar mengangguk-angguk."

Membaca itu, saya langsung merasa mak deg... Mak tratap... Merasa betapa beruntungnya saya lahir sebagai orang Indonesia. Tak harus mengalami kejadian seperti itu. Di Indonesia gak ada cerita seperti itu. Kalau memang ada, sangat sedikit tentunya. Dan jika sampai terekspos, netizen seluruh Indonesia mungkin akan bersuara membela.

***

Saya sering berpikir begini, banyak kita termakan provokasi. Hanya melihat dan mengamati perkembangan Indonesia dari media sosial dan media massa. Akhirnya yang awalnya baik-baik saja, jadi gak baik-baik saja karena termakan fitnah.

Ini akibat menjadikan berita dan media sosial sebagai rujukan primer kita dalam menilai kondisi dan kebijakan bangsa sendiri. Media sosial itu bagi saya lebih baik digunakan sebagai rujukan sekunder. Atau rujukan tersier kalau perlu.

Banyak kebencian hanya ditebar di media sosial. Tapi kenyataannya? Menurut saya kita sebenarnya baik-baik saja kok. Kalau saya, jangan terlalu percaya media sosial. Jangan terlalu percaya media massa. Boleh percaya, tapi harus skeptis.

Dunia media sosial bagi saya adalah "dunia palsu". Sebab orang hanya mau posting foto terbaik mereka di Instagram. Orang gak mungkin menunjukkan kehidupan sesungguhnya kepada masyarakat. Kehidupan pribadi dan personal selalu disimpan. Yang dipublikasikan biasanya yang indah-indah saja. Anda berani posting foto pas bangun tidur ke Instagram?

Jadi melihat medsos bagi saya ya sekedar hiburan semata. Tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk menstandarkan hidup kita dengan orang lain. Gak ada alasan untuk iri dengan hidup seseorang di media sosial. Sebab yang mereka tampilkan belum tentu merupakan hidup mereka yang sesungguhnya.

Orang hanya mau berkata manis di caption postingan. Dalam kehidupan nyata, kadang kita malah sering bertemu kata-kata kasar. Saya gak suudhon dan gak menuduh siapapun. Tapi cobalah melihat kenyataan.

Dunia ini gak bisa diwakili oleh media sosial. Kita butuh interaksi sosial yang nyata. Media sosial, bagi saya hanya sarana belajar dan menimba pengalaman dari para senior yang baik hati. Saya gunakan sepenuhnya medsos untuk belajar banyak hal, setelah gak lagi belajar di pesantren. Ya mau belajar kepada siapa lagi?

Gak ada untungnya membandingkan hidup kita dan hidup orang lain lewat media sosial. Atau mengikuti perkembangan zaman lewat berita media sosial. Sebab pemahaman kita akan sebuah informasi tidak mungkin utuh. Jadikan berita sebagai gambaran umum, tapi jangan diyakini sepenuhnya. Terlalu banyak opini dan pandangan satu sisi di dunia medsos.

Lebih baik kita langsung lihat ke keluar. Memandang dunia sekitar secara nyata. Ada apakah disana. Dan berusaha untuk jadi orang yang berarti bagi lingkungan sekitar. Untuk tetangga. Untuk sahabat. Untuk tempat yang benar-benar membutuhkan kontribusi nyata kita. Bukan untuk orang-orang di dunia maya yang bahkan tak mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Itu lebih realistis bagi saya. Maksudnya, tetangga dan sahabat kita jauh lebih membutuhkan kita dari pada followers kita di media sosial.

Setelah habis masa phsicical distancing, yuk kita keluar. Ngopi dan berbaur. Duduk di kedai angkringan dan bercengkrama. Lihat betapa ramahnya orang Indonesia. Lalu berusaha menjadi berarti dan bermanfaat bagi mereka, dengan hal kecil apa yang bisa kita lakukan. Gak harus hal besar kok. Kalau semua orang berpikir demikian, dengan sendirinya akan tercipta hal besar. Orang tidak lagi menyendiri dalam ponsel mereka masing-masing.

***

Sedikit tambahan, mungkin anda ingin membaca ini. Tentu saja yang baik juga banyak. Tak ada alasan untuk bilang hidup di luar negeri itu buruk. Hidup dimanapun aslinya sama saja. Asalkan bisa merasakan nyaman dan bisa beradaptasi dengan baik. Merasa sesuai dengan lingkungan. Entahlah, tapi saya sudah merasa nyaman dan menganggap Indonesia sebagai "rumah". Segemerlap apapun dunia di luar Indonesia, saya tetap ingin pulang ke "rumah". Karena disinilah kenangan masa kecil saya tumbuh.

***

Sedikit cerita tentang kehidupan di Korea Selatan. Apakah benar-benar indah seperti dalam drama Korea? Ada juga sebenarnya kesan bagaimana rasanya hidup di negara lain. Jerman, Italia, dan lain-lain. Gak perlu saya tulis semua kan?

Ini hanya pengalaman seseorang sebagai gambaran. Tidak bisa dijadikan gambaran umum.
https://id.quora.com/Bagaimana-rasanya-tinggal-di-Korea-Selatan-ataupun-Korea-Utara-jika-pernah/answer/Laurensia-Gotama?ch=10&share=20dc51a8&srid=unD7GU

Satu lagi pengalaman rasanya jadi orang Korea Selatan.
https://id.quora.com/Bagaimana-suasana-kehidupan-di-Korea-Selatan/answer/Sean-Joshua?ch=10&share=c2b1fb67&srid=unD7GU

Bedanya kebudayaan dan adat di Korea Selatan dan Jepang.
https://id.quora.com/Hal-apa-yang-kamu-alami-di-Korea-Selatan-namun-tidak-akan-mungkin-terjadi-di-Jepang/answer/Ardian-R-1?ch=10&share=e034a67e&srid=unD7GU

Kesan orang asing ketika berkunjung ke Indonesia.
https://id.quora.com/Sebagai-orang-asing-apa-yang-membuatmu-terkejut-tentang-Indonesia/answer/Dyah-Rahmawati-1?ch=10&share=ca2c25c7&srid=unD7GU

Dan lain sebagainya... Capek saya nulisnya... Hehehe,

***

Wamaa taufiiqi illa billah.
Wallahu a'lam...

12 Mei 2020 M. 13 Mei 2020 M.

***

Terimakasih untuk tulisan dibawah ini. Saya hanyalah santri biasa yang mencoba merangkum kisah-kisah tadi agar gak lupa begitu saja. Terimakasih untuk mas Mardli Habibi yang berkenan menerjemahkan.

Pahlawan kita berperang sendiri-sendiri.
https://id.quora.com/Mengapa-Indonesia-belum-runtuh-runtuh-juga/answer/Muhammad-Mardli-Habibi?ch=10&share=9a6cfd21&srid=unD7GU

Kata oang Malaysia tentang Indonesia.
https://id.quora.com/Apa-yang-orang-Indonesia-dan-Malaysia-pikirkan-satu-sama-lain/answer/Muhammad-Mardli-Habibi?ch=10&share=6a583bf8&srid=unD7GU

https://www.quora.com/What-do-Indonesians-and-Malaysians-think-of-each-other/answer/Zaid-Mohamad-1?ch=10&share=ed208b59&srid=unqqNB

https://www.quora.com/Why-do-you-never-want-to-visit-Indonesia-again/answer/Zaid-Mohamad-1?ch=10&share=8dee5374&srid=unqqNB

Kata orang Filipina tentang kita.
https://id.quora.com/Apa-pendapat-orang-luar-negeri-tentang-Indonesia/answer/Muhammad-Mardli-Habibi?ch=10&share=eabda5a4&srid=unD7GU

Kata orang Thailand tentang bangsa kita.
https://www.quora.com/What-do-Thai-people-think-about-Indonesia/answer/Pachara-Wattana?ch=10&share=3dd7160c&srid=unqqNB

https://id.quora.com/Bagaimana-pandangan-orang-Thailand-mengenai-Indonesia/answer/Muhammad-Mardli-Habibi?ch=10&share=0ba18be3&srid=unD7GU

Mayoritas agama di Thailand.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Thailand

Tulisan mas Djulianto Susantio, lulusan arkeologi Universitas Indonesia tentang bhinneka tunggal ika.
https://www.kompasiana.com/djuliantosusantio/inilah-asal-usul-bhinneka-tunggal-ika-dan-bendera-merah-putih_583766a79b9373e107dff186

Sejarah agresi militer Belanda
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I

Bonus video keliling dunia...

https://youtu.be/J8sLZq4b6io
Video satu menit Rick Mereki, katanya dia bepergian ke 11 negara selama 44 hari. Dan membuat video ini.

https://youtu.be/wJF5NXygL4k

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun