Mohon tunggu...
Arman Kalean
Arman Kalean Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi

Nahdliyin Marhaenis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Teruntuk Seseorang

2 Juni 2019   02:13 Diperbarui: 2 Juni 2019   08:08 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali bahasa para penyair yang kupinjam tuk merayumu lewat pesan-pesan pendek, belum cukup membuat yakin hatimu padaku.

Lalu kuberanikan diri belajar bahasa dukun tuk merayumu lewat mantra-mantra pendek, dan kau masih juga belum cukup menaruh pikirmu padaku.Aku masih saja beranikan diri belajar bahasa petapa tuk merayumu lewat tindakan berdiam diri setelah seribu perhatian kutebar, dan kau malah tak sedikitpun mengarah tatapmu padaku.

Ooo... Aku paham, kudatangi manusia yang sedang menghadapi sakratul maut tuk sekejap belajar bagaimana mempersembahkan kematian padamu, berharap kau serahkan sisa umurmu tuk hidup denganku.

Dan... Persis seperti dugaanku, kau baik-baik saja, tak terlihat berubah cara pandangmu, cara bicaramu, cara gerakmu, cara diammu, dan semua cara-cara yang khas darimu yang kutahu selama sekian tahun memperhatikanmu diam-diam dan dalam-dalam.

Ternyata, kusadar, kau telah lama mati bersama masa lalumu. Hingga selendang putih yang kutawari untuk menutup tubuhmu yang mendingin selama waktu berlalu tak lebih dari kain kafan yang akan membungkus dirimu.

Cintaku padamu hanyalah kematian bagimu. Sementara cintamu padaku, andai terwujud maka ia adalah kehidupan yang kekalnya tak mengenal kiamat, apalagi hanya siang dan malam?

Namun... Izinkanlah aku tuk bertahan dengan satu bahasa tersisa, bahasa umur. Biarkanlah keriput kulitku, rabun mataku, putih rambutku, rapuh gigiku, tertatih-tatih jalanku, lemah genggamanku, gemetar jari-jemariku, sebagai bukti bahwa aku masih setia menunggumu sebelum kau benar-benar dikafankan.

Sebab menunggumu adalah janji rahasiaku pada Tuhan.
_____________
Surabaya, 12 April 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun