Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Politik dan Krisis Beras di Jawa Barat 1950-an Awal

25 Juli 2021   12:29 Diperbarui: 31 Juli 2021   19:42 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto: Buku Propinsi Jawa Barat, 1953/repro Irvan Sjafari

Pihak Jawatan Petanian Jawa Barat kemudian melakukan langkah membatasi gerak para tengkulak.  Caranya dengan mengeluarkan larangan para tengkulak baru untuk menyosoh (membersihkan) berasnya sendiri. 

Pabrik-pabrik tidak diperkenankan menggiling beras bagi keperluan sendiri.  Dengan jalan ini para tengkulak sukar menimbun beras. Para partikelir tidak akan mempunyai beras giling. Mereka hanya boleh memiliki beras tumbuk yang tidak tahan lama (Pikiran Rakjat, 3 Oktober 1952).

Gubernur Sanusi juga mengancam organisasi atau tengkulak yang menggunakan uang negara sisa pembelian padi untuk keperluan lain akan dianggapan penggelapan. Setiap pihak yang terlibat dalam pembelian padi diminta pertanggungjawabannya. Sisa uang harus dikembalikan. Pelanggaran akan dituntut dan organisasi yang terlibat tidak akan dipakai lagi (Pikiran Rakjat, 25 Oktober 1952).

Ilustrasi-Foto: Buku Propinsi Jawa Barat, 1953
Ilustrasi-Foto: Buku Propinsi Jawa Barat, 1953

Pihak Jawatan Pertanian Jawa Barat juga melakukan pendekatan kepada petani melalui media untuk menaikkan hasil padi. Artikel yang ditulis dalam majalah berbahasa Sunda Pa'Tani edisi 3 Februari 1953 menyebutkan satu hektar sawah yang baik adalah yang mampu menghasilkan 30 kwintal di waktu panen dan waktu musim rendengan (panen berturut-turut) biasanya turun 25 kuintal.  

Laporan di majalah itu juga mengakui adanya gangguan hama tikus (beurit) merusak padi di persawahan kawasan Karawang dan anak-anak tikus merupakan gangguan bagi padi di tempat penggilingan. 

Juga disebutkan sebuah kasus di Subang yang menunjukkan suatu keanehan.  Di Kewedanaan Salaherang terdapat 1.000 Ha sawah yang terlantar dan dijadikan tempat angon sapi.  Laporan ini juga menyebutkan perbedaan distribusi padi di Jawa Barat. Di Kalimati, Pamanukan kali irigasi digunakan untuk jualan kelapa dan di Priangan Selatan padi dipikul.

Pikiran Rakjat edisi 3 Januari 1953 melaporkan bahwa tingginya produksi beras pada 1952 menurut Inspeksi Pertanian Rakjat Propinsi Djawa Barat mencapai angka yang lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu mencapai 3,5 juta ton. 

Jumlah ini 0,6 ton lebih besar dari puncak produksi beras tertinggi sebelum beras. Laporan itu juga menyebutkan adanya gangguan hama seperti yang terjadi di Pantai Utara seluas 20.000 Ha Sawah yang diganggu hama beluk dan mentek.

Kenaikan angka produksi baru ini tidak berarti suatu penambahan untuk mencukupi kekurangan bahan makanan, mengingat jumlah penduduk yang membutuhkan juga banyak.  

Secara keseluruhan memasuki 1953 harga beras mulai stabil. Politik beras yang dijalankan pemerintah mulai April 1952 hingga triwulan pertama 1953 ini dianggap berhasil.  Di kota-kota kecil harga beras sudah ada yang turun di bawah Rp2 per kg, hanja di kota-kota besar masih di atas harga tersebut.   Sehingga kalau ditarik dalam satu garis maka harga beras akhir twiwulan pertama 1953 adalah Rp 2/kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun