Pada 11 Januari 1952, Kepala Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Dr. Saruso Wirgodihardjo dan Kepala Bagian Pembelian Hardiman (keduanya di bawah Kementerian perekonomian) terbang ke Bangkok selaku misi pemerintah untuk pembelian beras. Â Melempar beras impor ke pasar dalam negeri dipercaya untuk menurunkan harga-harga yang tinggi.
Pikiran Rakjat edisi 15 Januari 1952 mengkritisi langkah yang dilakukan pemerintah  dikhawatirkan tidak efektif. Karena berdasarkan pengalaman, tidak sedikit kekhawatiran beras yang diimpor itu hanya membanjiri gudang-gudang terkunci dan jatuh ke tangan orang-orang yang mau mencari untung besar.
Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata membentuk advies comissie. Anggotanya terdiri dari orang-orang yang dipandang cakap memberikan masukan bagi Gubernur untuk menyusun rencana.
Para residen seluruh Jawa Barat serta kepala-kepala bagian dari kantor sekretariat provinsi  dan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berunding. Keputusannya adalah  kepala-kepala daerah diwajibkan aktif mengontrol  produksi bahan makanan penting, sejak penjualan padi, penggilingan, sampai peredarannya. Â
Gubernur Sanusi mengatakan, penyebab tingginja harga beras itu terletak pada peredaran.  Sanusi meminta kaum pedagang menunjukkan"bonafideteitnja" dan kepada masyarakat umumnja diharapkan membantu  supaya turut menjaga jangan sampai harga beras  itu naik terus.
Menurut Sanusi beras itu bukan komoditi perdagangan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Jawa Barat membutuhkan 75.000 ton beras. Â Kepala daerah diharuskan mencari tahu persedian beras di daerahnya.Â
Sebelumnya mereka tidak tahu. Â Secara teoritis beras itu cukup. Â Sekurang-kurangnya di Jawa Barat ada satu juta hektar sawah yang menghasilkan 15 juta kuintal beras. Sehingga setiap orang dipukul rata anak dan dewasa mendapat beras 1 kuintal.Â
Pada awal Januari 1952 tersebar desas-desus bahwa sebetulnya  beras dari Jawa Barat diselundupkan ke luar daerah, tetapi ada juga kabar beras Jawa Tengah masuk ke Jawa Barat. Â
Ditambah lagi ada beras impor. Â Desas-desus itu memperkuat dugaan masalahnya ada dalam peredaran di mana para pedagang menggunakan beras sebagai "handel artikel" untuk memperoleh keuntungan besar.
Suntikan Beras
Sejak Oktober 1951 Pemerintah Kota Bandung melakukan suntikan beras di pasar melalui grosir-grosir terus ke pedagang-pedagang dan selanjutnya disampaikan kepada pemakai. Â Setiap bulannya di Bandung disediakan beras untuk suntikan sebanyak 800 ton.Â