Aku beruntung Eliza baru saja dijemput keluarganya keluar dari bangsal. Mulanya keluarganya keberatan aku menemuinya. Namun Eliza mau menerima aku. Dia melihat rekaman yang sudah saya salin di laptop.
“Ya, Tuhan!” kata Tantenya Ririt Ashari . Kamu benar ada di pesawat itu? Mengapa? Siapa yang memberimu tiket?”
“Pak Edi Muryadi, dia menunggu aku di Singapura. Mas Gatot dibayar untuk mengawal aku. Namaku di tiket nama palsu, pasporku juga palsu. Dia punya koneksi di Singapura.”
“Edi Muryadi pengusaha hotel, mantan lurah yang dipecat Pak Wali Kota dulu?” cetus tantenya. Rupanya ibu itu juga mengenal nama itu.
Eliza mengangguk. “Aku sudah dapat uang muka lima juta rupiah dan sisanya diberikan di Singapura. Aku direkrut Pak Alex dan waktu itu aku ingin beli smartphone tiga dimensi.”
Polos. Eliza menumpahkan tangisnya ke tubuh tantenya. “Aku pelacur tante. Ini kedua kalinya, sebelumnya Pak Edi mengajak aku jalang-jalan di Bali. Aku bilang bersama teman-teman. Mas Gatot juga menemani aku.”
Pantas saja, Gatot Koco bungkam. Dia terlibat jaringan human trafficking secara tak langsung. Kalau dia buka memang cerita Archipelago Airlines bakal jadi ramai. Tetapi media akan mengusut siapa dia.
Aku ingin mencari Gatot Koco, tetapi entah di mana dia. Tiba-tiba aku melihat Kapten Maulana Yusuf membawa Jendera Manggala keluar dari rumah sakit.
“Komunikasi dengan Yogyakarta putus. Pos Padalarang melaporkan ratusan drone berterbangan dan mereka kontak senjata. Kita diserang!”
Hampir bersamaan ponsel aku berbunyi. Dari Nana Nugraha. “Siaga!”
Suara ledakan terdengar. Kami berhamburan ke luar rumah sakit. Sebuah tank terbakar di jalan depan Rumah Sakit Hasan Sadikin. Aku melihat asap di berapa tempat. Blietzkriege.