Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Koloni (45)

10 Juni 2017   04:16 Diperbarui: 10 Juni 2017   04:22 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Makam? Berarti ada makam lain selain yang dekat Rumah Mahkota? Mungkin portal tempat dia bertemu Harum.  Demikian dugaan Alif.

Tanpa terasa mereka selesai bersantap.  Lalu Alif diajak Ristia dan Elin untuk salat bersama di ruang khusus pulau.  Mereka tetap meminta Alif menjadi imam.

Begitu keluar dua serdu tawon sudah menunggu.  Mereka menemani komandannya Ristia ke tempat makam tetua sudah meninggal. Mereka mendaki bukit sejauh seratus meter dari batas blok.  Alif melihat ada puluhan makam di situ. 

Dia mengamati satu baris makam. Di situ ada nama Peltu Andrian Lapian, Kopral  Didit Prajoko,  Pratu Jansen Tambunan, Pratu Sunaryo,  Inspektur Satu  Adeline Angel,  Dulhamid Mustafa , Haikal Arifin,  Kevin Christopher Kwok,  Siti Zulaikha dan Reidhan Dwi Utama.

“Evan Sektian putri dari Adeline. Ibunya gugur di mata dia dalam pertempuran untuk mempertahankan koloni. Itu sebabnya dia mau menjadi serdadu.  Ayahnya seorang insinyur bangunan juga sudah meninggal ketika membangun koloni ini. “

“Dulhamid Mustafa?  Militan itu?  Drop out Teknik Sipil ITB yang galau dan bergabung di sebuah kelompok garis keras.  Mengapa dia memlilih bergabung dengan koloni?  Aku pernah mendengar namanya waktu jadi wartawan, tetapi dia dilaporkan hilang di sebuah negara di Timur Tengah beberapa tahun sebelum aku jadi wartawan?”   kata Alif.

“Memang seperti itu dibuat ceritanya. Ayahku mengundurkan diri dari medan perang karena tertarik dengan ide koloni membentuk peradaban baru yang rahmatan alamin tapi dengan cara damai.  Dia mundur dari kelompoknya ke tempat ini bersama ibuku.  Aku putrinya, Ayah meninggal ketika aku masih bayi,” sahut Ristia. “Jadi nasib aku dan Kak Evan Sektian sama. Itu sebabnya aku ingin jaga tempat ini.”

“Ibumu masih hidup?”

Ristia mengangguk. “Adik aku juga, kami tinggal satu blok. Itu Reidhan Dwi Utama, dia putra dari Pak Nanang Sumarna dan Kevin Christopher Kwok teman sebayanya. Ayahnya juga bergabung dengan Koloni.”

“Pak Nanang punya anak berapa?”

“Hanya satu, yang meninggal itu. Tapi dia meninggalkan dua orang cucu, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka membaur di koloni. Tidak diistimewakan di koloni. Bagi Pak Nanang semua anak-anak koloni adalah anak-anaknya.  Itu sebabnya dia mempertahankan benar agar seperti Kang Alif tidak gegabah pergi, kemudian kembali membawa bencana,” sergah Elin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun