Di setiap kelompok pertemanan, pasti ada satu orang yang secara resmi meskipun tanpa surat pengangkatan diangkat menjadi "komedian" kelompok.
Bukan karena dia stand-up comedian, bukan pula karena dia hafal semua skrip Warkop DKI, tapi karena kehadirannya selalu berhasil menyulap suasana muram jadi gelak tawa.Â
Di asrama kami, tokoh utama peran itu bernama Gabriel. Gabriel bukan hanya teman biasa. Dia adalah paket komplit antara badut profesional dan terapis hati, tanpa perlu gelar psikologi atau make-up badut.Â
Bayangkan, di saat kami baru saja kena marah dari pembina asrama atau baru menerima kabar buruk dari rumah, Gabriel muncul seperti cahaya diujung lorong gelap.Â
Tapi bukan cahaya harapan, lebih tepatnya cahaya lampu kelap-kelip yang bikin ngakak karena bentuknya kayak disko kampung.
Lucunya Gabriel bukan yang direncanakan. Ia bisa tertawa sendiri bahkan ketika tidak ada yang lucu.Â
Bahkan ketika kami semua diam menatap tembok sambil merenung, tiba-tiba terdengar tawa khas Gabriel yang seperti gabungan suara katak dan kucing bersatu dalam konser tunggal. Dan anehnya, kami semua ikut tertawa. Bukan karena lucunya, tapi karena ketawanya yang lebih lucu dari lelucon mana pun.
Salah satu aksi favoritnya adalah mengubah wajahnya yang katanya "ganteng" menjadi jelek. Bayangkan saja, dari wajah lumayan (cukup untuk jadi figuran FTV) berubah menjadi ekspresi aneh yang sulit dijelaskan oleh ilmu anatomi manusia.Â
Ia bisa menyipitkan mata sebelah sambil menjulurkan lidah seperti tokoh anime gagal. Hasilnya? Kami tertawa sambil memegangi perut.
Gabriel juga terkenal dengan keisengannya. Ia senang mengagetkan teman dengan tiba-tiba berteriak di belakang atau menyelinap ke kolong ranjang hanya untuk muncul dan berkata, "Surprise!"Â
Tapi kejutan yang paling legendaris adalah ketika dia tiba-tiba kentut di ruang tengah, pura-pura gak tahu, lalu menyalahkan kipas angin. Bukannya marah, kami malah tertawa terpingkal-pingkal sambil tutup hidung.
