Jika gambaran yang penulis sajikan di atas kurang tepat dan tidak mewakili, maka cobalah pahami makna Bid'ah menurut ahlinya, sebagaimana pandangan M. Qurasih Shihab berikut ini. Â Bid'ah dari segi bahasa adalah "sesuatu yang baru" dan belum ada yang sama sebelumnya, baik itu bersifat material maupun immaterial. Tidak hanya pada adat kebiasaan tetapi juga pada praktik keagamaan. Nah, hal yang baru itu boleh jadi baik dan bisa saja buruk, maka itu artinya ada bid'ah hasanah dan bid'ah dhalalah. (M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal KeIslaman yang Patut Anda Ketahui, 2008). Â Â
Dari sini kita dapat mengetahui, sepertinya yang memahami Peringatan Maulid Nabi itu bid'ah dhalalah lahir dari pemahaman yang keliru terhadap hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi (kullu muhdatsatin bid'ah) artinya "setiap perkara baru yang tidak pernah dilakukan pada masa nabi adalah bid'ah". Padahal makna "kullu" dalam hadits tersebut bukan berarti "seluruh" tanpa terkecuali.
      Biasanya kekeliruan terjadi disebabkan karena memahami hadits hanya pada bunyi teksnya saja tanpa melihat dan merujuk disiplin ilmu-ilmu kehaditsan lainya. Seperti tidak melihat asbab al-wurud hadits dan riwayat-riwayat shahih para ulama dalam memandang hadits nabi itu. Di bawah ini penulis suguhkan pendapat ulama Ibnu Taimiyah (w. 728) yang penulis kutip dari tulisan Gali Maulana pada (Ruma Fiqih Indonesia, 25/09/2022).
Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitab Majmu' al-Fatawa (23/133), bid'ah yang dibenci adalah yang tidak dianjurkan oleh syari'at atau membuat syari'at baru yang sama sekali tidak ada perintah dari Allah. Maka yang seperti itulah menurutnya ahli bid'ah yang sesat. Itu artinya adapun maksud dari hadits di atas adalah perkara yang dilakukan sepeninggalan Nabi adalah "bid'ah yang buruk" bukan perkara-perkara "bid'ah" baru yang sesuai dengan syari'at. Sebagaiman halnya penjelasan M. Quraish Shihab di atas.
Beda halnya Peringatan Maulid Nabi SAW ini., dengan berbagai keragaman dan keunikan dalam peringatannya itu. Bukankah peringatan tersebut berisikan dengan nilai-nilai ajaran dan anjuran dari al-Qur'an dan hadits nabi, seperti membaca al-Qur'an, berzikir, bersedekah bershalawat, melantunkan puji-pujian dan menjelaskan sejarah baginda Nabi SAW, serta kebaikkan lainya, maka dimana letak buruknya dan apa yang tidak sesuai dengan syari'at-Nya ?
Namun baiknya, jika enggan Memperingati Maulid Nabi janganlah sampai menolak kebolehanya. Bukankah Abu Lahab yang getol memusuhi nabipun mendapatkan keringanan siksaan lantaran disebabkan kegembiraannya akan kelahiran Nabi Muhammad SAW itu, sebagaimana peristiwa tersebut tercatat dalam shahih Bukhari dan Muslim.
Pada dasarnya sebagaimana yang penulis pahami dari pandangan ulama. Semua ibadah muamalah yang ada unsur nilai-nilai kebaikan, baik spritual dan sosial boleh saja dikerjakan sekalipun tidak ada perintah dari Nabi SAW, itulah bid'ah hasanah (hal baru yang baik). Walaupun begitu tetap saja harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu, apakah sesuai dan sejalan dengan syari'at-Nya. Sebagaimana bolehnya merayakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW ini.
Lain halnya dalam ibadah murni/wajib, semuanya tidak boleh dan dilarang melakukanya kecuali atas dasar pernah dikerjakan ataupun ada perintah dari Nabi Muhammad SAW. Shallu ala an-Nabi Muhammad SAW. Semoga penulis dan pembaca budiman mendapatkan syafa'atnya di akhirat kelak, aamiin. Wa Allau A'lam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI