Mohon tunggu...
Juli Prasetyo
Juli Prasetyo Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 Porong Sidoarjo

Lahir di Sidoarjo Jawa Timur, Menjadi Guru adalah panggilan, pegiat budaya literasi dengan membudayakan membaca, menulis, kegiatan sastra, drama, puisi, seni dan pertunjukan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Lintas Garis (3): Ulangan Matematika Bersama Pak Ghofur

19 Maret 2025   15:00 Diperbarui: 24 Maret 2025   10:57 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu, suasana kelas dua belas terasa sedikit tegang. Pasalnya, ulangan matematika yang sudah lama ditakuti akhirnya tiba. Pak Ghofur, guru matematika kami yang terkenal dengan kumis tebalnya dan gaya mengajar yang tegas, sudah berdiri di depan kelas dengan setumpuk kertas ulangan di tangannya. Beliau adalah guru idola bagi banyak siswa, termasuk aku. Meskipun beliau terkenal disiplin, cara mengajarnya yang jelas dan penuh semangat selalu membuat pelajaran matematika terasa menyenangkan.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Pak Ghofur dengan suara berat khasnya. "Hari ini, kita akan menguji sejauh mana pemahaman kalian tentang materi integral. Saya harap kalian sudah belajar dengan baik."

Beberapa siswa langsung menghela napas, termasuk aku. Integral memang bukan materi yang mudah, tapi aku sudah berusaha mempersiapkan diri semaksimal mungkin, berkat bantuan Ragil yang dengan sabar menjelaskan setiap konsep yang belum kumengerti.

Pak Ghofur mulai membagikan lembar soal ulangan. Aku mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Mataku mencuri pandang ke arah Ragil, yang sudah siap dengan pensil dan kertas buramnya. Rendra, di sebelahku, terlihat sedikit gugup tapi tetap mencoba tersenyum.

"Waktunya dua jam. Mulai!" seru Pak Ghofur, dan seluruh kelas pun langsung fokus pada soal-soal di depan mereka.

Aku membaca soal pertama dengan hati-hati. Soal itu tentang integral tak tentu, dan aku merasa agak yakin bisa menjawabnya. Perlahan, aku mulai menulis langkah-langkah penyelesaiannya, mengingat penjelasan Ragil semalam. Namun, ketika sampai pada soal nomor tiga, aku mulai merasa bingung. Soal itu tentang integral parsial, dan aku tidak yakin dengan langkah-langkah yang harus kuambil.

Aku mencuri pandang ke arah Ragil, yang terlihat sangat fokus. Tangannya bergerak cepat menulis di kertas buram, seolah tidak ada soal yang bisa menghentikannya. Rendra, di sebelahku, terlihat sedang menggaruk-garuk kepalanya, tanda bahwa dia juga kesulitan.

Tiba-tiba, Pak Ghofur berjalan mendekati mejaku. Beliau berdiri di sampingku, mengamati jawaban yang sedang kutulis. Aku merasa sedikit gugup, tapi beliau hanya tersenyum tipis.

"Tenang, Arman. Ingat konsepnya, lalu aplikasikan dengan sabar," bisik Pak Ghofur pelan.

Kata-katanya membuatku merasa lebih tenang. Aku mengangguk pelan, lalu kembali fokus pada soal itu. Aku mencoba mengingat kembali penjelasan Ragil tentang integral parsial, dan perlahan-lahan, aku mulai menemukan jawabannya.

Setelah dua jam berlalu, Pak Ghofur mengumpulkan lembar jawaban kami. Beberapa siswa langsung menghela napas lega, sementara yang lain masih terlihat tegang.

"Bagaimana, anak-anak? Sulit ya?" tanya Pak Ghofur dengan senyum khasnya.

"Banyak yang bikin pusing, Pak," jawab Rendra sambil tertawa.

Pak Ghofur mengangguk. "Itu wajar. Matematika memang butuh ketekunan dan kesabaran. Tapi, saya yakin kalian bisa melewatinya dengan baik."

Beliau kemudian menjelaskan beberapa poin penting dari soal-soal ulangan tadi, sambil sesekali bercanda untuk mencairkan suasana. Aku merasa lega karena ternyata beberapa jawabanku sesuai dengan penjelasannya.

Setelah pelajaran usai, aku, Ragil, dan Rendra berkumpul di kantin untuk makan siang.

"Gimana, Arman? Udah bisa ngerjain soal nomor tiga?" tanya Ragil sambil mengambil sesuap nasi.

"Alhamdulillah, akhirnya bisa juga. Tadi sempat bingung, tapi ingat penjelasan kamu kemarin," jawabku sambil tersenyum.

Rendra menggeleng-gelengkan kepala. "Aku mah masih bingung sama soal nomor empat. Kayaknya aku salah deh."

"Ah, santai aja, Ren. Yang penting udah berusaha," sahut Ragil.

Kami pun tertawa. Meskipun ulangan matematika tadi terasa berat, aku merasa bersyukur punya teman seperti Ragil dan Rendra. Mereka selalu bisa membuat suasana menjadi lebih ringan.

Saat kami sedang asyik berbincang, tiba-tiba Pak Ghofur mendekati meja kami. Beliau membawa secangkir kopi dan duduk di sebelahku.

"Arman, saya dengar kamu punya usaha kafe, ya?" tanya Pak Ghofur dengan penasaran.

Aku mengangguk. "Iya, Pak. Namanya Lintas Garis Coffee. Bareng ibu dan adikku."

"Wah, keren. Itu usaha yang bagus. Saya dengar kafe kalian cukup ramai, ya?"

"Iya, Pak. Alhamdulillah, pelanggannya lumayan banyak," jawabku bangga.

Pak Ghofur tersenyum. "Kalau begitu, kamu harus terus kembangkan usaha itu. Jangan lupa, matematika juga bisa membantu dalam mengelola bisnis, lho. Misalnya, dalam menghitung keuntungan, kerugian, atau bahkan merencanakan strategi pemasaran."

Aku terkesima dengan penjelasan Pak Ghofur. Selama ini, aku hanya melihat matematika sebagai pelajaran sekolah, tapi ternyata ia juga bisa sangat berguna dalam kehidupan nyata, termasuk dalam mengelola Lintas Garis Coffee.

"Terima kasih, Pak. Aku akan coba terapkan itu," kataku dengan penuh semangat.

Pak Ghofur mengangguk puas. "Bagus. Saya yakin kamu bisa sukses, Arman. Jangan lupa, belajar itu tidak hanya di sekolah, tapi juga dari kehidupan sehari-hari."

Setelah berbincang sebentar, Pak Ghofur pun pergi meninggalkan kami. Aku merasa termotivasi oleh kata-katanya. Lintas Garis Coffee bukan sekadar usaha keluarga, tapi juga tempat di mana aku bisa belajar banyak hal---tentang matematika, bisnis, dan kehidupan.

Hari itu, aku merasa semakin yakin bahwa setiap garis yang kami lintasi akan membawa kami ke tempat yang lebih baik. Bersama Ragil, Rendra, dan dukungan dari orang-orang seperti Pak Ghofur, aku siap menghadapi tantangan apa pun yang menanti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun