Mohon tunggu...
resista hakares
resista hakares Mohon Tunggu... sederhana mensyukuri apa adanya

bisa jadi apa saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rakyat Yang Sadar Lebih Berbahaya Dari BOM Nagasaki-Hiroshima

20 September 2025   14:32 Diperbarui: 20 September 2025   13:29 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
intagram: julian_lazuardi

Dari Pemimpin atau Negara, menciptakan kebijakan-kebijakan yang tujuannya untuk mensejahterakan rakyat, menjaga keadilan, dan memastikan kehidupan bersama berlangsung aman, tertib, serta bermartabat.

Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan Bangsamu sendiri

Sudah sangat terasa bahwasanya arogansi pejabat publik yang bercokol di kursi terhormat terjadi secara sistematik, ia ada diatas karena memenangankan pemilihan suara rakyatnya. Puluhan hingga miliiaran rupiah ia gelontorkan demi menjadi pejabat rakyat untuk bertahta di ajang 5 tahunan tersebut.

Pemenang yang telah mengelontorkan modal besar itu mau tak mau harus mencari uang untuk menutupi modal yang telah ia keluarkan saat kampanye lalu. Dengan modal yang besar itu pula ia merasa telah menjadi 'Bos' atas rakyatnya sendiri, karena suara rakyat diperoleh dengan membeli. Demokrasi ala-ala seperti ini hanya menghasilkan para wakil rakyat yang pintar memoles pencitraan diri, menipu untuk mendaur suara rakyat.

Jangan harap ada pejabat yang berkompeten membela rakyat bila ia menempuh jalan curang untuk mendapatkannya. Antara yang hak dan batil telah jelas garis pembedanya, seperti air dan minyak walaupun berusaha untuk mencampur-adukannya toh pada akhirnya ia akan terpisah dengan sendirinya.

Bila seharusnya Pemimpin, menciptakan kebijakan-kebijakan yang tujuannya untuk memajukan kesejahteraan umum, melindungi seluruh warga negara, menegakkan keadilan, serta menjaga kedaulatan dan persatuan bangsa. Namun karena ia serigala berbulu domba maka yang terjadi adalah sebaliknya. Memajukan kesejahteraan kelompoknya, melindungi seluruh kelompoknya, tidak dapat adil, serta tak dapat menjaga kedaulatan dan persatuan bangsa.

Kita abaikan arti dan persepsi Bung Karno mengatakan hal tersebut. Namun satu hal yang pasti berbagai kebijakan yang di buat pemerintah sudah mencederai amanat rakyat seperti korupsi untuk memperkaya diri dan golongan, pungutan pajak yang semakin ugal-ugalan, ketidak mampuan pemerintah memberi lapangan kerja, dan lain sebagainya. Rakyat sering kali di buat marah dengan berbagai kesenjangan kehidupan antara rakyat dan wakil rakyat. Antara pembayar pajak dengan pengepul pajak.

Nasionalisme Abal-abal

Masih ingatkah kalian tentang 57 pegawai lama Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang tidak lolos dalam seleksi kebngsaan? Atas campur tangan pemerintah, KPK yang awalnya bersifat independen berubah menjadi lembaga pemerintah yang pegawainya berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).

Aromanya sudah sangat menyengat bahwasanya test kebangsaan hanyalah alat untuk melemahkan KPK. Kebangsaat atau Nasionalisme menjadi alat yang digunakan oleh rezim untuk melegitimasi kekuasaannya.

Topeng-topeng selalu dipakai para pengkhianat untuk menipu. Topeng itu bergambar nasionalisme, Pancasila, dan merah-putih, simbol-simbol kebangsaan yang seharusnya suci namun mereka jadikan alat untuk melegitimasi diri sebagai pemilik rezim. Mereka bersuara lantang tentang persatuan, namun langkah mereka justru memecah belah. Mereka mengaku membela rakyat, tapi kebijakan yang lahir lebih sering berpihak pada segelintir elite.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun