Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Inovasi Atasi Banjir: Sampah Jadi Mata Air, Lahan Hijau Penyelamat Negeri

13 September 2025   21:32 Diperbarui: 13 September 2025   21:32 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang terbuka hijau di Bunderan Cibiru Kota Bandung, Jawa Barat. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Selain sampah, alih fungsi lahan juga menjadi faktor krusial penyebab banjir. Di banyak wilayah, termasuk Bali, lahan-lahan hijau seperti sawah, kebun, dan hutan mangrove beralih fungsi menjadi area komersial, perumahan, atau infrastruktur. Proses ini menghilangkan "spons alami" yang seharusnya menyerap air hujan. 

Ketika tanah yang tadinya gembur dan subur diganti dengan beton dan aspal, daya serap airnya hilang total. Akibatnya, air hujan tidak memiliki tempat untuk meresap dan langsung mengalir ke permukaan, membanjiri jalanan dan permukiman. Hutan-hutan yang tadinya berfungsi sebagai penahan air, kini diganti dengan bangunan-bangunan megah yang hanya mempercepat laju air.

Salah satu solusi untuk masalah ini adalah dengan mempertahankan dan memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga lahan-lahan hijau yang masih tersisa dan bahkan membuat yang baru. 

Hutan kota adalah konsep yang sangat relevan. Dengan menanam pohon-pohon besar di tengah kota, kita menciptakan area resapan air baru. Hutan kota tidak hanya berfungsi sebagai paru-paru kota, tetapi juga sebagai penyerap air hujan yang efektif. 

Akar-akar pohon dapat menahan tanah, mencegah erosi, dan membantu air meresap ke dalam tanah. Ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya mengatasi banjir, tetapi juga meningkatkan kualitas udara dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman.

Selain RTH, teknik-teknik lain seperti biopori dan sumur resapan harus digencarkan. Biopori adalah lubang-lubang kecil yang dibuat di tanah untuk mempercepat penyerapan air. Teknik ini sederhana, murah, dan sangat efektif. Setiap rumah tangga bisa membuat biopori di halaman atau pekarangannya. 

Demikian pula dengan sumur resapan, yang berfungsi sebagai penampung air hujan yang nantinya akan meresap ke dalam tanah. Jika setiap rumah tangga dan gedung di wilayah perkotaan memiliki sumur resapan, volume air yang mengalir ke saluran drainase akan berkurang drastis. 

Ini adalah langkah-langkah proaktif yang mengembalikan fungsi tanah sebagai penyerap air alami, alih-alih sebagai permukaan kedap air yang mempercepat laju air.

Kesimpulan

Banjir adalah masalah kompleks yang membutuhkan solusi komprehensif. Banjir di Bali dan wilayah lainnya di Indonesia menunjukkan bahwa kita tidak bisa lagi mengandalkan cara-cara lama. Perlu ada perubahan fundamental dalam cara kita berinteraksi dengan lingkungan. 

Mengubah sampah menjadi mata air dan menjadikan lahan hijau sebagai penyelamat negeri bukanlah sekadar slogan, melainkan tindakan nyata yang harus segera kita laksanakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun