Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dari Gaji UMR Menuju Rumah Sendiri di Leles: Kisah Gen Z yang Berani Ambil Langkah Besar

3 Agustus 2025   19:50 Diperbarui: 3 Agustus 2025   19:55 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu perumahan subsidi di kawasan Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. | Dok. Pribadi/Jujun Junaedi

Ahad sore, 3 Agustus 2025, suasana di Leles, Garut, terasa begitu damai. Saya mampir ke rumah saudara, dan di sana, saya bertemu dengan Taufik, seorang pemuda berusia 26 tahun. Taufik, yang berasal dari Bandung, sudah setahun ini menikah dengan seorang gadis dari Kadongora, Garut. 

Kisahnya sangat menarik, terutama bagi kita yang sering menganggap punya rumah itu hanya mimpi di usia muda. Taufik baru saja diterima kerja di salah satu pabrik di Leles, dan penghasilannya sudah mencapai UMR. 

Meski baru setahun menikah, ia dan istrinya sudah mengambil langkah besar yaitu membeli rumah subsidi dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR). "Daripada mengontrak terus," begitu katanya, dengan senyum optimistis.

Taufik menceritakan bagaimana ia dan istrinya memulai semuanya dari nol. Setelah menikah, mereka memutuskan untuk mengontrak rumah kecil. Biaya sewa yang harus dikeluarkan setiap bulan terasa berat, apalagi Taufik masih dalam masa-masa awal karier. 

Meskipun gajinya sudah UMR, ia menyadari bahwa uang yang mereka keluarkan untuk sewa itu hangus begitu saja. Tidak ada investasi, tidak ada aset yang bertambah. Pikiran itu terus-menerus menghantuinya. Ia tahu, jika terus begini, mereka akan sulit berkembang.

"Saya ingat betul gaji pertama saya. Rasanya campur aduk. Senang karena akhirnya punya penghasilan tetap, tapi juga khawatir mikirin masa depan. Apalagi sekarang sudah ada istri," kenang Taufik. 

Ia dan istrinya sering berdiskusi panjang di malam hari, membahas keuangan dan rencana masa depan. Mereka sepakat untuk hidup hemat. Setiap pengeluaran dicatat, dan sebagian besar penghasilan disisihkan. 

Mereka memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan, sebuah mentalitas yang tidak banyak dimiliki oleh Gen Z lainnya.

Mereka menyadari bahwa harga properti terus naik. Menunda membeli rumah hanya akan membuat harga semakin mahal. Maka, mereka mulai mencari informasi tentang rumah subsidi di sekitar Leles. Awalnya, mereka ragu. Bisakah mereka yang baru memulai karier dan hanya bergaji UMR mengambil KPR? 

Pertanyaan ini sering muncul di benak mereka. Namun, mereka tidak menyerah. Mereka mendatangi beberapa bank dan pengembang perumahan, menanyakan syarat dan prosedur pengajuan KPR.

Taufik dan istrinya mempelajari detail-detailnya dengan cermat. Mereka belajar tentang uang muka, cicilan bulanan, bunga, dan jangka waktu kredit. Semua informasi itu mereka serap, lalu mereka hitung-hitung secara matang. 

Mereka membuat simulasi keuangan, memastikan cicilan KPR tidak akan memberatkan dan tetap menyisakan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan tabungan darurat. Mereka sadar, mengambil KPR adalah komitmen jangka panjang, bukan keputusan sembarangan.

Keputusan mereka ini tentu tidak luput dari pro dan kontra. Beberapa teman dan keluarga ada yang mendukung, tapi tak sedikit pula yang meragukan. "Masih muda, nikmati hidup dulu saja," kata sebagian orang sebagaimana disebutkan Taufik. 

Namun, Taufik dan istrinya memiliki visi yang berbeda. Mereka percaya bahwa investasi terbaik adalah pada diri sendiri dan masa depan keluarga. Daripada menghabiskan uang untuk hal-hal yang tidak penting, mereka memilih untuk mengalokasikannya untuk sesuatu yang bisa menjadi aset.

Mereka juga menyadari bahwa dengan memiliki rumah sendiri, mereka bisa lebih leluasa. Tidak perlu lagi khawatir dengan aturan pemilik kontrakan, atau harus pindah-pindah setiap kali masa sewa habis. Mereka bisa merenovasi rumah sesuai keinginan, menata taman, atau membuat dapur impian. 

Kebebasan itu menjadi salah satu motivasi terbesar mereka. Rumah bukan hanya tempat tinggal, tapi juga tempat untuk membangun masa depan dan menciptakan kenangan bersama.

Tentu saja, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Ada kalanya mereka merasa lelah, terutama saat harus menekan pengeluaran. Kangen makan di luar atau membeli barang-barang baru seringkali harus ditahan. Tapi, setiap kali rasa lelah itu datang, mereka saling menguatkan. 

Mereka mengingatkan satu sama lain tentang tujuan besar yang sedang mereka kejar. Rumah impian di Leles, tempat mereka bisa memulai segalanya, menjadi motivasi yang tak pernah padam.

Taufik bercerita, "Setiap saya melewati lokasi perumahan, hati saya berdebar. Saya membayangkan bagaimana nanti saya dan istri bisa duduk santai di teras, atau menanam bunga di halaman depan." 

Mimpi-mimpi kecil seperti itu yang membuat mereka terus bersemangat. Mereka tahu bahwa dengan kerja keras dan disiplin, mimpi itu akan segera menjadi kenyataan.

Strategi Keuangan dan Pengorbanan yang Mereka Lakukan

Setelah memutuskan untuk mengambil KPR, Taufik dan istrinya mulai menyusun strategi keuangan yang lebih ketat. Mereka membuat anggaran bulanan yang sangat terperinci. Setiap rupiah diatur alokasinya, mulai dari cicilan KPR, kebutuhan pokok, transportasi, hingga tabungan. 

Mereka memastikan tidak ada pengeluaran yang sia-sia. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang dulunya dianggap sepele, seperti membeli kopi di kafe setiap hari, kini dihilangkan. Mereka lebih memilih untuk membuat kopi sendiri di rumah.

Mereka juga mulai mencari penghasilan tambahan. Istri Taufik, yang memiliki keterampilan menjahit, mulai menerima pesanan jahitan dari tetangga dan teman-teman. 

Penghasilan tambahan ini sangat membantu untuk menutupi kebutuhan sehari-hari dan mempercepat pengumpulan dana darurat. Mereka percaya bahwa rezeki tidak datang begitu saja, melainkan harus dijemput dengan kerja keras dan kreativitas.

Pengorbanan yang mereka lakukan juga sangat besar. Mereka menunda keinginan untuk membeli kendaraan pribadi. Daripada mengeluarkan uang untuk cicilan motor atau mobil, mereka memilih untuk menggunakan transportasi umum atau sepeda motor sewaan. 

Mereka juga menunda rencana liburan ke luar kota. Setiap uang yang ada, sebisa mungkin dialokasikan untuk cicilan KPR dan tabungan. Mereka sadar, pengorbanan di masa muda akan membuahkan hasil yang manis di masa depan.

Bukan hanya soal uang, pengorbanan juga datang dalam bentuk waktu dan tenaga. Setelah pulang kerja, Taufik dan istrinya tidak langsung bersantai. 

Mereka meluangkan waktu untuk mengurus administrasi KPR, mendatangi bank, atau berdiskusi dengan pengembang. Proses yang panjang dan rumit itu mereka jalani dengan sabar. Mereka saling mendukung dan memotivasi satu sama lain.

Mereka juga belajar untuk tidak terpengaruh oleh gaya hidup teman-teman seumuran. Ketika teman-teman mereka pamer barang-barang baru atau liburan mewah, Taufik dan istrinya tetap fokus pada tujuan mereka. 

Mereka percaya bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari barang-barang materi, melainkan dari rasa aman dan stabil yang diberikan oleh memiliki rumah sendiri.

Disiplin yang ketat ini menjadi kunci keberhasilan mereka. Mereka tidak mudah tergoda oleh diskon atau promosi. Setiap pembelian dipikirkan matang-matang, apakah itu benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar keinginan sesaat. 

Mereka juga mulai belajar tentang investasi lain, seperti reksadana atau emas, untuk mengoptimalkan uang yang mereka punya.

Mereka menyadari bahwa memiliki rumah bukan hanya soal memiliki tempat tinggal. Ini adalah fondasi untuk membangun keluarga yang stabil, memberikan rasa aman bagi anak-anak di masa depan, dan menciptakan stabilitas finansial. 

Semua pengorbanan yang mereka lakukan, semua uang yang mereka sisihkan, adalah investasi untuk masa depan yang lebih baik.

Manfaat dan Dampak Memiliki Rumah di Usia Muda

Memiliki rumah di usia muda, terutama bagi pasangan seperti Taufik dan istrinya, membawa banyak manfaat. Manfaat yang paling nyata adalah terhindar dari kenaikan biaya sewa yang tidak pasti setiap tahunnya. 

Dengan cicilan KPR yang relatif tetap, mereka bisa merencanakan keuangan jangka panjang dengan lebih tenang. Mereka tidak perlu lagi khawatir jika sewaktu-waktu pemilik kontrakan menaikkan harga sewa atau meminta mereka pindah.

Selain itu, rumah yang mereka beli menjadi aset berharga. Setiap cicilan yang mereka bayarkan bukan lagi uang yang hangus, melainkan investasi yang menambah nilai kepemilikan mereka. 

Seiring berjalannya waktu, nilai properti cenderung meningkat, sehingga rumah mereka bisa menjadi warisan atau modal di masa depan. Ini adalah langkah cerdas dalam mengelola keuangan pribadi.

Memiliki rumah juga memberikan rasa aman dan stabilitas emosional. Pasangan muda seringkali merasa gamang dengan masa depan. Dengan memiliki rumah, mereka punya "pelaburan" yang kokoh. 

Mereka bisa memulai kehidupan rumah tangga dengan lebih tenang, tanpa beban pikiran tentang tempat tinggal. Ini juga akan berdampak positif pada mental dan keharmonisan rumah tangga.

Taufik dan istrinya kini bisa leluasa menata rumah mereka. Mereka tidak perlu takut mengecat tembok dengan warna favorit, atau memasang rak buku di dinding. 

Setiap sudut rumah bisa mereka kreasikan sesuai dengan kepribadian mereka. Rumah bukan lagi hanya tempat singgah, melainkan "istana" kecil tempat mereka bisa berekspresi dan menciptakan kebahagiaan.

Dampak positif lainnya adalah menjadi inspirasi bagi orang lain. Kisah Taufik ini bisa menjadi bukti nyata bahwa memiliki rumah di usia muda bukanlah hal yang mustahil, bahkan dengan gaji UMR. Yang dibutuhkan adalah tekad, disiplin, dan strategi keuangan yang tepat. 

Taufik membuktikan bahwa Gen Z tidak selalu identik dengan gaya hidup konsumtif. Mereka juga bisa visioner dan berani mengambil langkah besar untuk masa depan.

Memiliki rumah juga mendorong Taufik dan istrinya untuk lebih bertanggung jawab. Mereka harus menjaga rumah mereka, merawatnya, dan memastikan semua cicilan terbayar tepat waktu. 

Tanggung jawab ini membentuk karakter mereka menjadi lebih dewasa dan matang. Mereka tidak lagi hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga memikirkan masa depan keluarga dan aset yang mereka miliki.

Kesimpulan

Kisah Taufik dan istrinya adalah cerminan dari semangat pantang menyerah dan perencanaan keuangan yang matang. Mereka membuktikan bahwa dengan tekad kuat, disiplin, dan pengorbanan, mimpi memiliki rumah sendiri di usia muda bukanlah sekadar khayalan, bahkan dengan gaji UMR. 

Kisah ini adalah pengingat bagi kita semua, terutama Gen Z, bahwa masa depan yang cerah dimulai dari langkah kecil yang berani. Daripada menghabiskan uang untuk gaya hidup sesaat, lebih baik menginvestasikannya untuk sesuatu yang bisa menjadi pondasi kokoh bagi masa depan keluarga. 

Taufik menunjukkan bahwa rumah bukan hanya soal bangunan, melainkan sebuah komitmen, kerja keras, dan mimpi yang berani diwujudkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun