Langkah ini terbukti krusial. Dunia internasional, khususnya PBB, tidak bisa menerima klaim Belanda bahwa Republik sudah lenyap, karena masih ada pemerintahan sah yang berjalan di bawah pimpinan Syafruddin. PDRI juga menjaga semangat perlawanan rakyat Indonesia agar tidak padam meski para pemimpin utama ditawan.
Â
Kepemimpinan yang Tegas dan Sederhana
Â
Dalam memimpin PDRI, Syafruddin dikenal sederhana, tegas, dan berani mengambil keputusan. Ia memindahkan pusat pemerintahan darurat secara berpindah-pindah di Sumatra Barat untuk menghindari serangan Belanda, sekaligus tetap menjaga komunikasi dengan pejuang di Jawa. [3]
Â
Walaupun hanya berlangsung sekitar delapan bulan, keberadaan PDRI mampu memimpin Republik Indonesia yang berdaulat. Setelah perjanjian Roem Royen tercapai pada Juli 1949 dan para pemimpin nasional dibebaskan, Syafruddin menyerahkan kembali mandat kepemimpinan kepada Soekarno dan Hatta. Sikap kenegarawanannya terlihat jelas: ia tidak tergiur mempertahankan kekuasaan, melainkan mengutamakan kepentingan bangsa. [4]
Â
Karier Setelah Revolusi
Â
Pasca PDRI, Syafruddin tetap aktif dalam pemerintahan. Ia pernah menjabat Menteri Keuangan, Wakil Perdana Menteri, hingga Gubernur Bank Indonesia. Salah satu kebijakan terkenalnya adalah "Gunting Syafruddin" pada 1950, yaitu pemotongan nilai uang untuk menekan inflasi. Kebijakan ini menuai pro dan kontra, tetapi berhasil menyelamatkan perekonomian Indonesia yang terpuruk  akibat perang. [5]