Meo tidak memikirkan ibunya yang setiap pagi selalu mencari dan mengingatkannya untuk sekolah dan membantunya di rumah. Hal yang dipikirkan hanya mimpi, mimpi dan mimpi.
Hingga suatu hari, Meo terbangun dari tidurnya. Suasana sekitarnya sangat sepi. Dia turun dari atap dan mencari-cari ibunya, tapi tidak ketemu. Dia berjalan ke sana kemari, anehnya warga hutan ceria tak satupun yang terlihat.
"Kenapa sepi sekali?" tanyanya dalam hati. Dia pun berjalan ke arah masjid. Biasanya, kalau bangun tidur, pasti tak lama kemudian azan Dhuhur. Namun, di sana juga tidak ada siapa-siapa.
"Aneh sekali. Pada menghilang ke mana, ya?" gumamnya sambil menuju tempat wudhu. Dia ke tempat wudhu bukan untuk berwudhu, tetapi untuk minum.
"Ah...segar sekali airnya!"
Setelah minum, dia ke serambi masjid dan merebahkan tubuhnya. Dia mengingat-ingat kembali mimpinya tadi. Dalam mimpinya, dia melihat sekelilingnya menjadi aneka olahan coklat. Dia bisa menikmati coklat sampai kenyang.Â
Tanpa terasa, Meo menelan ludahnya. Tangannya memegang perutnya.Â
Kruk...krukkk...krukkk.
"Aduh, aku lapar. Makan apa, ya?"
Meo bangkit dari rebahan dan kembali ke rumah. Tetap saja tak ada ibu di rumah. Di dapur juga tidak ada makanan apapun.Â
Karena tak ada makanan apapun, Meo semakin lapar. Dia merasa tubuhnya lemas. Pandangannya berkunang-kunang.