"Meo males sekali. Benar-benar bikin sebal!" seru Kokok, si ayam jago, yang rajin membangunkan seluruh warga di hutan ceria. Bagaimana tidak sebal, teman lain sudah shalat dan bersiap sekolah atau bekerja, Meo malah tidur terus.Â
Meo adalah seekor anak kucing berwarna hitam berpadu putih. Terlihat lucu dan cantik. Jeleknya, dia sangat malas. Hobinya tidur.
"Dengan tidur, aku bisa bermimpi indah, lho!" cerita Meo penuh semangat.
Pada awalnya, teman-temannya sangat senang mendengar cerita dari Meo. Entah cerita mimpi' hidup di dunia kue, bahagia bersama teman-teman di dunia dongeng karena sering dilayani segala hal. Atau mimpi di mana dia berenang di sungai emas permata, dan masih banyak mimpi lainnya.
"Pokoknya hidup di alam mimpi itu menyenangkan. Nggak perlu ngapa-ngapain, lho!"
"Wah, begitukah, Meo?" tanya Cici si kelinci yang imut-imut.
"Iya. Beneran! Coba saja kamu tidur lagi. Pasti mimpi indah!"
Obrolan antara Meo dan Cici rupanya didengar oleh Ibu Cici. "Cici, lekas siap-siap ke sekolah!"
Cici terkejut dengan seruan ibunya. Dia pun segera bersiap sekolah. Ayahnya sudah mengenakan pakaian kerjanya. Biasanya Cici diantar oleh ayahnya. Terus siangnya dijemput ibu.
Sementara Meo meninggalkan Cici dan menuju tempat di mana dia sering melanjutkan tidur. Tempat itu berada di atas genteng yang teduh oleh rimbunnya daun dari pohon rambutan.
Meo tidak memikirkan ibunya yang setiap pagi selalu mencari dan mengingatkannya untuk sekolah dan membantunya di rumah. Hal yang dipikirkan hanya mimpi, mimpi dan mimpi.
Hingga suatu hari, Meo terbangun dari tidurnya. Suasana sekitarnya sangat sepi. Dia turun dari atap dan mencari-cari ibunya, tapi tidak ketemu. Dia berjalan ke sana kemari, anehnya warga hutan ceria tak satupun yang terlihat.
"Kenapa sepi sekali?" tanyanya dalam hati. Dia pun berjalan ke arah masjid. Biasanya, kalau bangun tidur, pasti tak lama kemudian azan Dhuhur. Namun, di sana juga tidak ada siapa-siapa.
"Aneh sekali. Pada menghilang ke mana, ya?" gumamnya sambil menuju tempat wudhu. Dia ke tempat wudhu bukan untuk berwudhu, tetapi untuk minum.
"Ah...segar sekali airnya!"
Setelah minum, dia ke serambi masjid dan merebahkan tubuhnya. Dia mengingat-ingat kembali mimpinya tadi. Dalam mimpinya, dia melihat sekelilingnya menjadi aneka olahan coklat. Dia bisa menikmati coklat sampai kenyang.Â
Tanpa terasa, Meo menelan ludahnya. Tangannya memegang perutnya.Â
Kruk...krukkk...krukkk.
"Aduh, aku lapar. Makan apa, ya?"
Meo bangkit dari rebahan dan kembali ke rumah. Tetap saja tak ada ibu di rumah. Di dapur juga tidak ada makanan apapun.Â
Karena tak ada makanan apapun, Meo semakin lapar. Dia merasa tubuhnya lemas. Pandangannya berkunang-kunang.
***
"Syukurlah kamu sudah sadarkan diri." Meo mendengar suara, tetapi dia tidak mengenali suara itu. Dia mencari sumber suara. Ternyata, ada seekor burung hantu berkacamata di dekatnya.
"Kamu pingsan lama sekali. Apa yang membuatmu pingsan?" tanya burung hantu itu kepada Meo.
"Aku belum makan dari pagi. Ibu nggak ada."
"Ke mana?"
Meo menggelengkan kepala.Â
"Kenapa nggak tahu ibumu di mana?"
"Ibuku cerewet. Suka menyuruh sekolah, sama bantu-bantu di rumah."
Burung hantu itu memandang Meo dengan tatapan heran.
"Lalu, yang kamu lakukan selama ini apa?"
Meo pun menceritakan kebiasaannya yang suka tidur dan mimpi indah.
"Di alam mimpi, semuanya bisa kudapatkan dengan mudah. Nggak perlu susah-susah untuk mendapatkan yang kuinginkan."
"Tapi kalau kamu bangun dari mimpi, perutmu kenyang apa nggak?" tanya burung hantu itu.
"Ya...eng..gak. Enggak," jawab Meo terbata sambil menggelengkan kepala. Burung hantu itu tertawa.
"Nah, kalau begitu kenapa kamu suka mimpi-mimpi yang nggak bikin kamu kenyang? Padahal kalau kamu patuh sama orang tua, pasti mereka akan memenuhi kebutuhanmu."
Meo menatap burung hantu dengan penasaran. "Maksudnya apa, Pak?"
"Kalau kamu mau sekolah, orang tuamu bahagia. Kalau kamu bantu orang tua di rumah, pekerjaan cepat selesai. Ibumu tidak akan kelelahan saat menyiapkan menu makan kamu dan keluarga, kan?"
Meo mengangguk.Â
"Lalu, aku harus bagaimana?"
Burung hantu itu tidak memberikan jawaban. Dia terbang meninggalkan Meo yang masih bingung mau melakukan apa, padahal perutnya sudah keroncongan.
***
Meo berada di dapur. Dia mencuci piring dan gelas kotor. Kemudian, dia membuka kulkas. Ada bahan makanan di sana.
"Lebih baik aku rebus saja, yang mudah masaknya," batinnya.
Melihat kegiatan yang dilakukan Meo, Ibu Meo yang sedari pagi bersembunyi di kolong atap, tersenyum bahagia. Di saat Meo asyik menuangkan masakan di piring, Ibu Meo mendekati Meo.
"Kamu masak apa, Meo? Sepertinya lezat!" sapa Ibu Meo. Meo sangat terkejut saat melihat ibunya sudah berada di belakangnya.
___
Branjang, 20 Juni 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI