Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seri Gesang-Sherly: Berbincang dengan Calon Bapak Mertua

11 Desember 2018   07:20 Diperbarui: 28 Juli 2019   09:43 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Waktu ishoma tiba. Aku menuju mushola bersama Pak Widi. Dalam perjalanan ke mushola kusapukan pandanganku ke kanan kiri. Kucari sosok mungil itu. Dia makan dulu atau shalat dulu. Ah... tiba- tiba aku merasa bodoh. Kenapa tadi aku tak WA dia dulu? Biar bisa janjian shalat atau makan duluan.

Ku lihat antrian panjang pada tempat prasmanan. Sepertinya sih Sherly belum ada di sana. Otakku benar-benar jadi kacau. Aku belum sempat telfon bapaknya Sherly lagi. Banyak peserta diklat yang tanya  tugas tadi pas rehat sebentar.

Rasa takut tiba-tiba kurasakan di relung hati. Aku belum pernah bersua dengan orangtua Sherly. Dulu pas Sherly wisuda aku ogah-ogahan datang ke GOR kampus.

***

Selesai shalat, tiba-tiba suara Sherly terdengar. Ah rupanya dia juga shalat dulu ketimbang makan.

Kudekati dia yang tengah ngobrol dengan temannya sambil mengenakan sepatu.


"Sher, bisa bicara sebentar...?"

Sekilas dia terdiam, menyelesaikan obrolan mereka. Dia mendekatiku. Di saat bersamaan pak Widi juga keluar dari mushola. Sherly menyalami Pak Widi. Mereka berbincang sebentar.

Pak Widi menuju tempat makan khusus untuk para instruktur. Sedangkan aku lebih memilih di tempat makan para peserta diklat.

Biar saja aku dinilai aneh. Wong aku memang kacau hari ini.

Aku mengikuti langkah Sherly. Kebetulan ada meja untuk kami berdua.

Sambil menikmati makan aku berbincang dengan pujaan hati tercinta.

"Kamu sudah telfon bapak, mas?", Sherly bertanya padaku. Aku menggeleng.

"Pantes aja kamu kelihatan kacau gitu...", komentar Sherly. Aku tahu Sherly menggodaku.

"Kelihatan gitu ya?", Tanyaku penasaran.

Dia mengangguk sambil tersenyum. Senyum termanis dari perempuan selain ibuku.

"Habiskan makannya dulu. Terus nanti kamu telfon bapakku. Biar kamu g kucel gitu. Jelek banget..." Sherly tertawa kecil.

Aku jadi keki sendiri. Galau begini malah digoda terus. Kulihat dia sudah menghabiskan makan siangnya.

Dia menyentuh HPnya. Dan menelfon seseorang tapi tak diangkat.

"Ah... Bapak pasti baru shalat ni.."

Aku berdehem. Jantungku berdegup kencang mendengar Sherly mau telfon bapaknya.

"Oh...iya. Maaf ya mas, tadi aku nggak bilang kalau bapak tu tak mau mengangkat telfon kalau nomor hp belum tersimpan di kontaknya..."

Aku terkejut, sekaligus kesal bukan main. Ingin ku jitak gadis berlesung pipi itu.

"Bapak trauma. Dulu pernah ditipu sama orang yang asing nomor kontaknya..."

Ku lihat Sherly menghubungi bapaknya lagi. Dia agak menjauhiku. Dia beberapa kali menghubungi bapaknya. Akhirnya diangkat juga. Sherly bicara sebentar dengan bapaknya. Lalu menyerahkan HPnya kepadaku.

Aku gugup sekali. Ah saat seperti ini status sebagai dosen tak menjamin bisa pede bicara dengan calon bapak mertuanya. Hatiku menertawakan diriku sendiri.

Sherly meninggalkan aku. Dia menuju kelasnya, mau menyelesaikan tugasnya sebelum besok peer teaching. Sementara aku masih terus ditanya sama bapaknya Sherly. Aku tak tahu seperti apa wajahku ketika menjawab pertanyaan demi pertanyaan darinya.

"Jadi kamu teman kuliah Sherly? Dosen?" Tanya calon bapak mertua.

Aku menjawab dengan singkat, " nggih, pak..."

"Terus maksudmu mau melamar dan menikahi anakku?"

"Nggih, pak..."

"Secepat itu?"

"Nggih, pak..."

"Ngapa kok cepet- cepet?"

"Biar nggak dosa, pak. Dalam Islam tak diperbolehkan pacaran. Saya ingin menjaga Sherly..."

"Hmmmm... Ya. Sesuk bapak ibumu le tindak mrene?"

"Nggih, pak..."

"Kami tak punya alasan untuk menolak keluargamu yang ingin melamar Sherly untuk kamu, nak. Tapi semua keputusan di tangan Sherly..."

Aku sedikit lega mendengar penuturan calon bapak mertuaku.

"Saiki aku ta ngomong karo Sherly..."

"Nyuwun pangapunten, pak. Sherly sekarang baru menyelesaikan tugasnya di kelas..."

"Ya wis. Mengko omong nyang gendhuk yen saiki fokus karo diklat sik. Ben isa lulus PLPG-ne..."

"Nggih, pak. Mangke kula dugekke Sherly..."

Aku tahu bapaknya Sherly menasehatiku secara halus biar aku tak terlalu mengganggunya dulu. Aku pun sepakat dengan pendapat beliau.

***

Istirahat kedua, kumanfaatkan untuk shalat Asar. HP Sherly masih kubawa. Saat ini pasti dia mencariku.

"Mas, sudah bicara sama bapak kan?", Tiba-tiba saja dia sudah berada di sampingku. Kuanggukkan kepalaku.

"Lalu?"

"Besok keluarga akan ke rumahmu. Hasil finalnya di kamu...", Terangku. Kulihat dia menundukkan kepalanya, tersenyum malu. Hatiku selalu bergetar ketia melihat si mungil itu tersenyum.

"Oh...iya. Ini HPmu. Ada pesan dari bapakmu, kamu harus fokus dengan diklat ini dulu..."

Kami melangkah ke arah mushola pada bagian depan lobi.

"Jadi sesuai pesan bapak, untuk dua hari ini aku tak akan mengganggumu dulu. Sampai kamu menyelesaikan diklat ini. Jangan kecewakan bapak ya. Sehabis jam diklat selesai aku tak menemuimu..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun