Ketahuilah wahai anak muda, calon mertua ketus adalah suatu keniscayaan. Kemanapun kalian lari, kalian tetap akan dapat menemui calon mertua seperti ini.
Dimanapun di dunia ini, apakah itu manusia ataupun hewan, akan selalu melindungi buah hatinya dari segala masalah yang ada.
Begitu juga dengan calon mertua, ketus itu bukanlah bawa'an calon mertua sejak lahir tetapi itu adalah naluri dari orang tua ketika mengetahui ada seseorang yang mendekati anaknya.
Dan perlu diketahui pula bahwa berdasarkan pengalaman penulis, sikap ketus calon mertua itu sudah ada sejak jaman dahulu, bukan tiba-tiba muncul di jaman sekarang.
Ini sedikit kisah masa lalu (POV penulis).
Diakui atau tidak, pada jaman tahun 1984-1990, penulis adalah seorang playboy. Julukannya waktu itu: Playboy Cap Dua Cula alias playboy amatiran yang kerjaannya cari pasangan yang bisa diajak kencan tanpa keluar modal yang besar.
Waktu pun berlalu, tahun 1990 ketika umur menjelang 25 tahun, mulai insyaf, artinya pingin mencari pasangan tetap untuk menatap masa depan.
Pacar pertama:
Calon mertua ketus karena perbedaan agama, beliau tidak menyetujui hubungan kami. Apa boleh buat, karena agama adalah faktor utama sebagai dasar kehidupan maka hubungan pun putus.
Pacar kedua:
Calon mertua, tepatnya calon ibu mertua pun ketus, sedangkan calon ayah mertua tidak. Kenapa? Lagi-lagi perbedaan agama, ternyata calon ayah dan ibu mertua beda agama, sang ayah agamanya sama dengan penulis.
Pacar ketiga:
Yang ini malah lebih parah karena belum pernah diberi kesempatan bertemu dengan calon mertua, jadi ngga tau apakah ketus atau tidak. Menurut si Dia, orang tuanya melarang anaknya berpacaran jadi istilahnya pacaran backstreet.
Apa boleh buat, demi kebaikan bersama game over ajalah. Pertimbangannya, bagaimana bisa memahami keluarga mereka jika ketemu aja belum?
Dari ketiga pengalaman diatas, penulis mencoba introspeksi diri, kenapa calon mertua ketus dan terkesan tidak menyukai calon menantunya?
- Bukankah saya memperlakukan anak mereka dengan baik?
- Apakah karena latar belakang saya yang dicap playboy?
- Apakah karena saya seorang yatim piatu dan masa depan suram?
- Apakah saya tidak memiliki keberanian untuk menghadapi calon mertua yang ketus?
Dalam proses instrospeksi diri inilah penulis menemukan kata-kata bijak yang lupa sumbernya dari mana: This is Just a Beginning (Ini Baru Permulaan).
Kata-kata sakti ini sangat berguna untuk diterapkan dalam kehidupan. Misalnya saat penulis baru pertama kali diterima bekerja di Perusahaan Swasta.
Berbagai masalah dunia kerja bermunculan, masalah-masalah yang sangat berbeda dibanding dengan dunia perkuliahan.
Tapi dengan menerapkan prinsip This is Just a Beginning, semua itu harus dihadapi. Artinya kemungkinan masalah akan bisa dibereskan atau bisa jadi malah masalah lebih besar yang bakal datang tapi, apapun itu, kita tidak boleh menghindar, tetap hadapi dengan positive thinking! Â
Alhamdulillah, pelan tapi pasti penulis bisa beradaptasi dengan dunia kerja dengan beraneka ragam masalah yang ada.
Prinsip This is Just a Beginning pun penulis coba terapkan di dunia asmara. Apapun masalahnya, Ini Baru Permulaan!
Calon ibu mertua pacar ke empat pun seperti itu, ketus jika bertemu. Tapi penulis menerjemahkannya sebagai naluri orang tua. Apalagi dengan latar belakang calon menantu yang terbilang suram sementara anak perempuannya adalah seorang karyawati sebuah Bank.
Bahkan pernah suatu kali mau ngapel malam mingguan, sang pacar yang kelak akan menjadi ibu dari anak-anak kami, berpesan agar membawa slip gaji karena calon ibu mertua mau lihat.
Tidak apa-apa, This is Just a Beginning, kita lihat saja nanti apa pendapat calon ibu mertua setelah melihat slip gaji.
Dan setelah melihat slip gaji, calon ibu mertua berucap, "Hmm.. bagus".Â
Alhamdulillah.. reaksi calon ibu mertua positif melihat slip gaji penulis yang Rp.750.000-an. Eit, jangan salah ... di jaman tahun 1994 Rp.750.000 itu udah lumayan gede lho.
Lambat laun penulis bisa beradaptasi dengan keluarga perempuan terutama memahami sifat ketus calon ibu mertua, dengan membuktikan bahwa negative thinking yang mungkin ada pada calon ibu mertua, tidak terbukti benar.
Setelah berhasil mempersunting anaknya, penulis merasa sebagai menantu kesayangan ibu mertua karena, Alhamdulillah, berhasil menjaga anak perempuannya dan cucu-cucunya sampai gede. Ge-eR ya?
Hikmah dari semua ini adalah:
- Pahami; kenapa calon mertua ketus pada kalian?
- Introspeksi diri; apa yang kurang pada diri kalian?
- Perbaiki diri; jika ada kritik dan saran dari calon mertua karena mereka adalah orang tua yang patut dihormati.
- Kuncinya; kita yang harus beradaptasi dengan mereka, bukan sebaliknya.
- Terapkan prinsip This is Just a Beginning, hadapi dan segera tanggulangi jika tidak ingin masalah yang lebih besar datang.
- Dan terakhir; tidak perlu umbar sifat ketus atau apapun itu dari calon mertua di podcast!
Demikian, semoga bisa jadi pelajaran.
*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI