Kedai ini dimiliki oleh seorang perempuan yang berusia sekitar 30-an. Hanya ada dua bangku panjang untuk menampung sepuluh pembeli di dalam kedai itu. Satu bangku menghadap ke tempat pemilik kedai menyiapkan sajian, bangku lainnya menghadap dinding. Setelah memesan makanan, Widura dan Ki Jagabaya duduk dan menikmati jajanan yang tersedia di meja.
"Hai Nyi Anggi! Sudah waktunya ini. Hehe."
Seorang lelaki berusia 20-an berkata segera setelah memasuki kedai. Penampilannya terkesan garang. Di belakangnya ada seorang lelaki berusia sekitar 17-an. Penampakan lelaki yang lebih muda ini tidak segarang temannya, tapi masih menyiratkan keangkuhan dalam sorot matanya.
"Eh, Mandra. Sudah sebulan ini ya?"
"Ya iya lah, Nyi."
Perempuan pemilik kedai yang dipanggil Nyi Anggi itu lalu menyerahkan beberapa keping uang tembaga kepada lelaki yang bernama Mandra.
"Wah, Nyi Anggi memang mantap," ucap Mandra setelah menerima uang. Mengetahui ada pembeli, Mandra kembali berkata, "Eh, ada pembeli toh? Selamat makan, Ki. Masakan Nyi Anggi enak loh. Hahaha."
Lelaki sangar bernama Mandra itu segera bergegas keluar kedai setelah melemparkan salam seadanya tersebut. Kepergiannya begitu mendadak seperti kedatangannya.
"Nyi Anggi, saya ambil satu jajanan ini ya. Ditambahkan saja ke hutangku," ucap lelaki yang lebih muda sambil mencomot sebiji jajanan. Lalu ia ikut ngeloyor keluar mengikuti temannya.
Nyi Anggi menghembuskan napas berat sembari menggeleng pelan dan memandangi punggung dua orang yang makin menjauh itu. Sementara Widura tertegun mencoba memahami adegan yang baru terjadi di hadapannya. Sedangkan Ki Jagabaya, walau sempat kaget, tidak separah Widura.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI