Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Meniti Jalanan Setapak 46

24 Juli 2025   14:53 Diperbarui: 24 Juli 2025   14:53 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana rumah Ki Sriram agak berbeda dari biasanya. Ini karena secara bertahap para perempuan dan anak-anak, termasuk Bondalika, diungsikan ke rumah ayahnya Ki Sriram. Ini semua dilakukan demi kelancaran misi penyergapan. Untuk memperlancar urusan ini, Nyai Sriram bahkan membuat alasan kepada mertuanya kalau mereka ingin mengadakan hajatan kecil-kecilan bersama keluarga karena baru dapat pesanan yang lumayan besar. Selain melancarkan urusan, ini juga tidak akan memunculkan ketakutan di hati para orang tua itu.

Demikianlah aktivitas yang dilakukan beberapa gelintir orang di Desa Merak di hari ini. Semuanya dilakukan dengan baik tanpa menimbulkan kesan mencolok, sehingga tidak memunculkan adanya perbedaan suasana. Namun sebaliknya, suasana emosi Widura hari ini sangat berbeda dari biasanya. Di sepanjang perjalanannya, ia senyum-senyum sendiri. Ini karena setelah ia mengintip isi kantong uang pemberian Ki Sriram, ia mendapati beberapa keping uang emas. Selama ini tak pernah sekalipun terbayang ia bisa menyentuh benda itu, jadi wajar kalau suasana emosinya sangat baik.

Widura memasuki wilayah desanya saat hari menjelang siang. Seharusnya di saat ini ayahnya sedang berada di kebun, Widura memperkirakan. Maka ia mengarahkan langkahnya menuju tempat itu. Ia tidak langsung menuju rumah karena dari arah perjalanannya, lokasi kebun lebih dekat daripada rumah. Lagi pula ia ingin segera memperlihatkan uang pemberian Ki Sriram kepada ayahnya.

"Ayah! Aku datang!"

Ki Baskara yang sedang fokus merawat tetumbuhan di kebunnya segera menoleh ke arah datangnya suara. Melihat wajah anak laki-lakinya yang begitu ceria membuat perasaannya berbahagia. Seharian terakhir ia berusaha meyakinkan dirinya kalau anaknya itu tidak akan mengalami apa-apa, namun secuil kecemasan masih belum bisa hilang di benaknya. Saat ini, secuil kecemasan itu hilang sirna sama sekali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun