Sudah sedari tadi Ringgo mondar-mandir di halaman depan rumah Kayla sambil menahan gelisah. Ia pun berusaha menenangkan dirinya dengan meminum kopi buatan Iis yang sudah dingin dan mencoba kembali menelpon Kayla.
“Nomor yang sedang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.” Demikianlah terdengar berulang-ulang jawaban dari ponsel Kayla. Ringgo mencoba untuk tetap tenang. Ia pun teringat Nina.
“Halo, Nina?”
“Iya, bang. Ada apa bang?”
“Kayla masih di situ, Nin?”
“Enggak. Bukannya kalian ada janji kencan, bang?” Nina balik bertanya.
“Sampai sekarang dia belum pulang, Nin.” Ringgo mencoba menutupi kegelisahannya dengan berbicara pelan.
“WHUATT??!!” Dengan spontan Nina berteriak keras. Ringgo sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Tapi ini kan sudah jam sebelas malam. Jam setengah sembilan tadi dia sudah ninggalin saya di plaza. Tega nggak tuh? Saya sampai harus pulang naik taksi. Ke mana tuh anak ya?”
“Ya, itulah Nin. Abang juga heran. Abang sudah berkali-kali telepon ke handphone-nya tapi tidak aktif. Apa abang harus telepon polisi ya?”
“Nggak usah dulu bang. Kita tunggu saja dulu. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa. Apa perlu saya ke situ, bang?”