Mohon tunggu...
Jalil Banteq
Jalil Banteq Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Merabu yang Tersisa di Borneo

3 Maret 2018   23:42 Diperbarui: 4 Maret 2018   09:54 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Disini tidak ada satupun pemukiman warga.  Tidak lama setelah mengisia BBM, salah satu teman kami mengalami kecelakaan. Terjatuh, akibat rem motor tidak bisa berfungsi dengan baik. Beban yang dibawa cukup berat, ditambah medan terjal bekelok dan kerikil yang licing akhirnya terjatuh. Untungnya....luka tida begitu parah. Hanya luka lecet,  ditangan dan di kaki. Kendaraan masih bisa diperbaiki.

                Setelah kejadian tadi, kami beristrahat sejenak. Meneguk air putih dan biskuit untuk mengganjal perut.  Tidak lama, salah satu warga lewat dengan kendaraaan  motor, Dia singgah. Mungkin tau kalau kami sedang kebingungan. hehehe,,,,tidak lama lagi akan dapat perkampungan  Lesan. Nanti setelah disitu bisa bertanya lagi "katanya'' kami kembali bersemangat.

                Perjalanan dilanjutkan! Sekitar 30 menit,Benar kami sudah berada di kampung Lesan. Pemukiman warga tidaklah padat. Kami bertanya untuk menuju dermaga, 2  anak-anak lewat dekat kami, Dia menujukkan jalannya. Kami menuju dermaga penyeberangan. Dari hilir sungai sebalah kami melihat kapal.

 Langsung bersiap-siap untuk menaikkan motor di atas kapal penyeberangan. Setelah penumpang turun, kami bertanya kepada bapak yang sudah lengkap dengan pakaian muslimnya.  Ternyata disebelah hilir sungai sudah tidak ada lagi masjid yang dekat. Apalagi waktu untuk melaksanakan sholat jumat  sudah sangat dekat, kurang 30 menit lagi. terpaksa kami minta kepada pengemudi kapal untuk menunggu kami sampai selesai sholat jumat.

                Kami kembali ke kampung, kami langsung menuju masjid untuk persiapan. Aku meminta ijin kepada pengurus masjid untuk mandi. Waktu jumat sudah dekat. Penduduk juga mulai berdatangan,

                Sholat jumat usai, aku di hampiri oleh beberapa warga. Mereka bertanya, mau kemana dek? Kami mau ke Kampung Merabu, "kataku"

                Dia mengira aku ini pengawas lapangan untuk kegiatan warga sehari-hari. Aku bilang hanya berkunjung, kebetulan kami punya waktu libur yang panjang. Barulah mereka menjelaskan dengan detail. Aku mencoba mengingat penjelesannya. Aku pamit dari masjid. Menuju tempat istrihat di warung warga. Kami memesan mie instand, nasi putih, tambah telur sebagai pengganjal perut.

                Kami kembali menuju dermaga penyeberangan. Kapal sudah menunggu sedari tadi. Biaya 25 ribu per motor hingga ke hilir sebelah. Setelah sampai perjalanan langsung dilanjutkan, mengikuti salah satu anak muda kampung yang kebetulan menuju ke arah yang sama. Walaupun hanya setengah jalan, setidaknya bisa membantu sampai di pertigaan. 

Ada 3 jalur berbeda untuk yang ke kiri salah satu jalan menuju perusahaan, jalur tengah menuju Desa Panaan, dan jalur yang  ke kanan menuju Belimbing Merabu. Kami ambil jalur kanan. Menuju Kampung Merabu sekitar 28 km. 

Kami tiba di baruga "Selamat Datang di Kampung merabu". Sedikit usang, semacam tidak terawat. Kami masuk dan terus. Hingga tiba jalannya terputus. Mentok di hilir sungai. Sedikit ada berdebatan. Kami berpencar. Aku pilih jalur ke kanan. Yang lain memilih ke kiri. Ternyata sama-sama buntu. Jalannya terputus oleh sungai. Aku sempat minum air sungainya yang membuatku tergoda dengan kejernihannya, ditambah dahaga yang tak tertahan.

                Kami memutuskan keluar dari gerbang, menuju ke jalur lain. Berharap  dapat perkampungan. Sepanjang perjalanan menuju perkambungan, tiba-tiba ada yang  mengangetkanku. Sebuah binatang, semacam serangga menyegat jemari tanganku. Sungguh sakitnya dahsyat. Seperti terpotong, rasanya dan panas. Aku mengingat pengobatan tradisional, jika tergigit sesuatu, usaplah dengan menggunakan tanah. Aku langsung berhenti untuk menggosoknya dengan tanah. Di belakangku ada rumah warga, mereka memerhatikanku. Aku juga sedang mencari daun, yang biasa ku sebut daun Kamboja, namun disini tidak ada. Terpaksa sepanjang perjalanan menuju perkampungan masih terasa sakitnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun