Mohon tunggu...
Irwan Siswanto
Irwan Siswanto Mohon Tunggu... Jurnalis

Saya suka menulis. Menulis untuk menyuarakan kebaikan dan kebenaran. Amar maruf nahi munkar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Audit BPK Bukti Sah, MK Harus Hati-hati Krisis Kepercayaan dan Ekonomi

16 Juli 2025   10:59 Diperbarui: 16 Juli 2025   13:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari AI (pribadi) 

Audit BPK itu otentik. Itu alat bukti yang sah menurut hukum. Tapi anehnya, tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah." --- Dr. Maruarar Siahaan, mantan Hakim Konstitusi. 

"Audit BPK itu bukan tentang Bank Centris Internasional. Tapi tentang Centris Internasional Bank. Artinya, ad rekening atas nama Centris di Bank Indonesia. Satu Bank Centris Internasional, milik pemohon dengan nomor 523.551.0016, dan satu lagi Centris International Bank dengan nomor 523.551?000, berjenis individual." --- Audia, saksi fakta dalam uji materi UU 49 {Prp) tahun 1960. 

Dua kutipan. Dua posisi. Satu dari saksi ahli mantan hakim konstitusi. Satu dari saksi lapangan. Tapi negara tetap... diam.

Bayangkan begini. Ada bank di dalam bank. Di Bank Indonesia. Bukan bank resmi. Tapi bank siluman. Tak terdaftar kliring. Tapi bisa ikut kliring. Satu lagi, bank resmi. Terdaftar. Punya perjanjian dengan BI. Jual beli promes nasabah. Nilainya 492 milyar. Dijamin lahan 452 hektar. Lahan sudah hipotek atas nama BI. 

Tapi, dalam sidang di PN Jaksel. BCI tidak terima uang BI. Yang terima, malah CIB. Inilah praktik bank dalam bank di BI. Sangat fatal sekali. Maruarar terkejut. Awalnya tidak bersedia tampil. Tapi karena fakta itu tidak ditanggapi pemerintah, dia bersedia. Dan, itulah kesaksiannya. 

Sejak awal sudah aneh. Tapi negara diam. Bank Indonesia diam. Sampai sekarang.

Tapi pelan-pelan, semuanya mulai kelihatan. Pelan-pelan pula, dunia luar mulai mencium. Karena sidang MK sangat transparan. 

Bayangkan, reaksi dunia. Apalagi, ada badan FATF---lembaga internasional pengawas pencucian uang---. Apa jadinya? 

Indonesia anggota FATF. Dampaknya luar biasa. 

Sistem Bisa Ambruk

Andri Tedjadharma mengingatkan, karena semua bank berjalan dengan satu bahan bakar: kepercayaan, maka kalau kepercayaan itu ambruk, tidak ada cadangan devisa yang cukup kuat untuk menahan. Tidak ada bailout yang cukup besar untuk menyelamatkan.

Kalkulasi kasarnya ribuan triliun uang bank dan investor bisa ditarik dari instrumen SBN dan pasar uang bank sentral. Bukan karena rugi. Tapi karena takut. Dan ketakutan itu lahir dari fakta: bahwa ada transaksi mencurigakan dalam sistem bank sentral sendiri---dan ketika dibongkar oleh BPK, didukung saksi fakta, tetap diabaikan.

Audit BPK Sah tapi Diabaikan 

Audit BP itu bukti sah dari BPPN. PN Jaksel mengakuinya. Gugatan BPPN ditolak. Begitu juga di Pengadilan Tinggi DKI. Tapi semua itu, oleh pemerintah, dianggap tidak ada.

Saksi fakta, Audia, mengatakan: "Saya lihat langsung dokumen transaksi antarbank semalam. Lalu Lintas Giro. Semua lengkap. Saya bagian dari yang mengarsipkan." Itu kesaksian langsung. Di bawah sumpah. Kalau bukan negara yang salah, lalu siapa?

Maruarar memperjelas: "BPK itu bukti otentik. Ini ada pencurian dan korupsi, kalau itu dilakukan pejabat," tegasnya. 

Maruarar mengajak kita bersikap; apakah ingn memberantas atau mendukung korupsi? Dia pun menyiratkan majelis hakim untuk bisa mengabulkan permohonan uji materi karena ada pelanggaran Hak Asasi Manusia. 

Menurut Andri, kalau satu-dua bank cabut uang dari BI, masih bisa ditambal. Tapi kalau kepercayaan sudah hilang?

"Surat berharga kita ditolak. L/C tidak dipercaya. Barang impor mandek. Likuiditas seret. Masyarakat panik.

Rush. Uang ditarik massal. Bank-bank tumbang. Dan krisis pun resmi dimulai," jelasnya seraya berharap semua itu tidak  terjadi. Ia hanya menyampaikan kebenaran. Dan, kebenaran ini berdasarkan bukti sahih. 

MK harus berhati-hati. MK bisa menghentikan hal itu. Menghentikan ketidakadilan. Andri Tedjadharma bagian dari negara. Kalau negara kalah, maka dia juga kalah. "Sejak di PN Jaksel, saya tidak mau lihat audit BPK ini. Saya juga tidak mencari kesalahan dan menyalahkan siapapun. Semua bisa diselesaikan dengan musyawarah," ujarnya sejak awal kasusnya terangkat ke permukaan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun