Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Naftali [2]

4 Oktober 2022   06:18 Diperbarui: 4 Oktober 2022   06:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Naftali menarik mug-nya, meneguk isinya, habis.

"Duta Dachlan. Kami sama-sama suka fiksi sejarah. Femina mewawancarai kami soal tema persabahatan laki-laki dan perempuan. Bersamaan aku sedang mendukung proyek novelnya, Fatamorgana, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman atas bantuan Kedutaan Jerman. Aku membaca petikan novelnya ketika buku itu diluncurkan. Itu saja. Dan, ia baru putus dari pacarnya. Aku tak tahu soal itu. Tak tahu siapa pacarnya. Kami pun jarang kontak setelah itu. Yang kumaksud ini adalah Thiru," tutur Naftali sambil meluruskan punggungnya, rileks. 

"Thiru? Si India Tamil itu? Kamu masih kontak dengan dia? Ya ampun!" reaksi April sambil memajukan tubuhnya, mendekat ke arah Naftali. Meldiva tak kalah terkejut. Ia menarik badannya, sehingga menekan sandaran kursi . Ulinda bersikap tenang, menunggu.

"Terima kasih kau masih ingat dia, Pi," kata Naftali tersenyum ramah ke arah April.

"Ceritakan soal Thiru. Aku lupa-lupa ingat," pinta Ulinda bernada rendah.

"Aku ingat. Mereka ketemu di Festival Ubud tahun lalu!" dengus Meldiva dengan nada bosan.

Naftali memandang ketiga sepupunya, berganti-ganti. Wajahnya bersemu merah jambu.  Setiap orang yang menyadarinya akan tahu bahwa di balik kulit arinya yang bening, cinta sedang mengalir sibuk. 

"Ya Tuhan! Dia jadi pacarmu? Akhirnya!" sambut Meldiva dengan malas.

Ulinda memberi isyarat kepada Meldiva dengan menaruh telunjuk di depan mulutnya sambil mendesis pssttt, dan matanya melirik cepat ke sepasang suami-istri orang asing yang baru saja memilih duduk di dekat mereka. Pasangan itu mengangguk sopan lalu duduk tenang. Hotel ini terawat baik berkat pengunjung yang beradab.

"Bagaimana kau memutuskan menikah, Naf? Coba ceritakan." Ulinda memohon kepada Naftali dengan suara lembut, dan kepada dua sepupunya yang lain, ia melebarkan kelopak matanya hingga dua bola hitam di dalamnya bersinar tegas dan galak, "Jangan potong sebelum ia selesai bicara. Titik!" 

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun