Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Naftali [2]

4 Oktober 2022   06:18 Diperbarui: 4 Oktober 2022   06:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Apa kabar Sultan, Pi?" tanya Ulinda seraya menyesap tehnya, memandang April. Ia kerap berperan sebagai sulung di antara mereka berempat, karena faktanya, dia paling tua, di samping ayahnya, Michael, adalah sulung dari lima bersaudara, anak-anak Dada dan Nana.  

"Baik," jawab April cepat, pendek. "Elite Model Hong Kong mengontrakku tiga bulan sampai Hong Kong Fashion Week nanti. Sultan di Jakarta. Kami jalan sendiri-sendiri, belum rencana apa-apa," tambahnya.

"Kudengar dia belum cerai dengan istrinya," selidik Meldiva, belum puas.

"Ya. Kami bertemu dia sudah dalam posisi itu. Aku sama sekali tak tahu-menahu masa lalunya. Dan tak mau tahu. Kami belum apa-apa, kok. Media terlalu heboh membesar-besarkan. Ketemu nggak sengaja. Bicara-bicara biasa satu-dua kali. Pekerjaanku. Pekerjaannya. Itu saja," ungkap April, tak bersemangat.    

Tak ada lagi sanggahan soal Sultan dan April. Si rambut hitam memandang Ulinda dan April bergantian sambil menghangatkan kedua telapak tangannya pada mug kopi seolah mereka sedang berada di udara dingin. Lantas perhatiannya tertumpu pada segala jenis pastry yang tertata manis di meja kopi.  Seorang pun belum menyentuh hidangan berselera kaya lemak itu.

"Apa berita barumu, Sayang?" tanya Ulinda kepada Naftali, melemparkan senyum anggun. Naftalilah yang sebenarnya mengundang mereka ke sini. Artinya dia punya sesuatu untuk diceritakan.

Naftali mengangkat alisnya yang lebat menggemaskan, warisan dari ayahnya, meneguk kopinya dengan semangat hingga setengah mug-nya kosong, lalu meluruskan kedua lengannya di atas meja, seperti sedang mengumpulkan kekuatan untuk berkata:  "Aku akan menikah!" 

"Hah?" seru ketiga sepupunya berbarengan. 

April nyaris tersedak, menghentikan acara minumnya. Ulinda tak terpengaruh dengan berita itu, melepaskan pandangnya dari adik sepupunya itu, dan melebarkan kelopak matanya yang lebar. Ia menangkap kedua mata Naftali yang berbinar ketika mengatakan itu. Meldiva tersenyum memandang sepupunya yang berwajah aristokrat itu. Mereka percaya Naftali tidak sedang mengobral sensasi.

"Asal jangan karena kau ingin merasakan sensasi hamil untuk bahan ceritamu," komentar Meldiva, kejam.

"Dengan siapa, Naf? Di Femina aku membaca kau diwawancarai Duta Dachlan," kata April, tergelitik rasa sangat ingin tahu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun