Mohon tunggu...
Isnani Qistiyah
Isnani Qistiyah Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

mimpi jadi scriptwriter :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perasaan-perasaan Ganjil

21 Desember 2022   18:48 Diperbarui: 21 Desember 2022   19:05 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari setelahnya aku menemukan sebuah kebenaran. Ibu memang sengaja keluar rumah sebelum perempuan muda itu datang. Ibu secara tidak langsung memberi penawaran kepadaku supaya aku mau kembali berinteraksi dengan dunia luar. Ibu juga ingin aku bisa menemukan cara tersendiri untuk mengatasi kecemasanku sewaktu-waktu. 

Aku tahu ibu punya maksud baik, tapi entah mengapa pikiranku yang lain mengatakan kalau ibu sedang menunjukkan rasa malunya karena memiliki anak yang 'berbeda' sepertiku. Benar-benar tidak masuk akal, memang. Tidak mungkin, kan, ibuku sendiri seperti itu? Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk memastikan langsung bahwa anggapanku tentang ibu salah besar. Meskipun sempat maju-mundur, tapi akhirnya tersampaikan juga satu hal yang menggangguku itu.

Ibu terkejut, "Sama sekali Ibu tidak malu. Ibu justru bangga sama kamu, Mas. Kamu tidak menyerah. Selalu berusaha mencari cara untuk meminimalisir rasa cemasmu sendiri. Memang ada untungnya kalau Ibu malu? Apalagi malu karena kakimu itu." Ibu menggeleng pelan.

Aku tidak menjawab pertanyaan ibu. Seharusnya aku tidak sampai pada pikiran seperti itu. Apalagi sampai mengatakannya di depan ibu. Sekarang, aku yang justru sedang mempermalukan diri sendiri. Untung saja perasaan itu lekas pudar. Ibu merentangkan kedua tangannya dan memberiku pelukan hangat.

***

Demi mengusir rasa hampaku, iseng kurambah media sosial untuk mempromosikan katering ibu. Aku sendiri yang memfoto produk-produk katering ibu dan mempostingnya. Dari keisengan tersebut, pesanan katering ibu semakin hari semakin membludak. Kadang kami mengambil jeda beberapa hari untuk sekadar meregangkan otot-otot.

Pernah, sekali waktu di sela jeda itu, ibu menyampaikan satu keinginannya kepadaku. Ibu ingin melihatku segera menikah. Aku tertegun sesaat. Sebelumnya, ibu tidak pernah lagi membahas perihal tersebut setelah kegagalan pertunanganku dulu. Tiba-tiba aku merasa terdesak. Perihal pernikahan itu kemudian melekat di pikiranku begitu saja.

Ibu memutuskan untuk merekrut satu karyawan. Ibu merasa kalau dua tenaga saja tidak lagi mampu menopang banyaknya pesanan katering setiap hari. Awalnya aku tidak setuju dengan ide ibu menambah orang baru. Membayangkan ada orang asing masuk di tengah-tengah bisnis keluarga membuatku takut. 

Rasanya campur aduk. Cemas, khawatir, juga tegang. Aku tahu aku tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi esok. Entah akan untung atau justru buntung dibuatnya. Tapi bayanganku jika orang lain bergabung di katering ibu, rasanya, kecemasanku bisa semakin kronis. Aku sudah terlihat gugup dalam bayanganku sendiri. Tidak tahu apa yang membuatku demikian, rasanya takut sekali bertemu dengan orang baru itu.

Namanya Aqila, perempuan dengan lesung di pipi kanannya. Saat ini tervalidasi menjadi bagian dari bisnis katering ibu. Untuk pertama kalinya dalam jangka waktu yang lama, aku berinteraksi dengan orang lain selain ibu. Tidak mudah bagiku untuk bekerjasama dengan Aqila yang cekatan.

Perasaanku tegang, aku kaku dan semua yang kukerjakan menjadi berantakan. Akhirnya aku menarik diri dari dapur. Aku merasa bodoh. Aku jadi khawatir karena tingkah konyolku, Aqila berniat mengundurkan diri di hari pertamanya bergabung. Padahal susah payah ibu mencari orang terpercaya untuk membantu katering ini. Huh! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun