Mohon tunggu...
Hobby

Resensi Buku "Gelap-Terang Hidup Kartini" (2013)

6 Januari 2019   16:02 Diperbarui: 23 April 2021   17:37 6619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.tokopedia.com/

Lalu, muncullah kalangan yang yang mempersoalkan pemilihan Kartini sebagai pahlawan kaum perempuan. Mereka menganggap Kartini sebagai figur yang diatur oleh Belanda dan bahwa pada masa yang sama sebetulnya ada beberapa perempuan lain yang lebih baik daripada Kartini. 

Adanya keyakinan dan keraguan itu yang menjadi pertimbangan penulis edisi khusus Tempo untuk membangkitkan kembali kesadaran kenapa Kartini penting dan pantas disebut sebagai pahlawan emansipasi wanita.

Melalui upaya jurnalistik yang mengangkat fakta dengan menarik, dramatis, dan tanpa mengabaikan akurasi, penulis buku Gelap Terang Hidup Kartini berhasil mengulas kehidupan sosok Kartini secara mendalam, tentang gelap terang hidupnya sedari kecil sampai dua puluh lima tahun perjalanan hidupnya yang singkat. 

Perjuangan-perjuannya yang tanpa henti demi memajukan kehidupan perempuan pribumi patut dihargai. Buku ini cocok sebagai bahan bacaan dari mulai anak-anak sampai dewasa, terkhususnya bagi wanita. Sebagai kaum wanita harus meneladani sifat-sifat Kartini agar jangan mau tertindas oleh apapun, kita harus bangkit dan menjadi sosok yang maju dalam hal berpikir dan bertindak seperti halnya yang dilakukan oleh R. A. Kartini.

Kartini dikenal sebagai pemikir feminisme awal di Indonesia. Dia perempuan yang gagasan-gagasannya mencerahkan dan mengilhami kalangan yang lebih luas. Untuk hal ini, dia meninggalkan ratusan pucuk surat, bagian dari korespondensinya dengan sahabat-sahabatnya di Belanda. 

Surat-surat itu sejauh ini merupakan dokumen tertulis paling awal hasil pemikiran perempuan, dengan cakupan topik yang beragam meliputi kebebasan, kemerdekaan, dan kemandirian yang diperoleh pada masa itu. Sebagian dari surat itu dikumpulkan dan diterbitkan sebagai buku yang aslinya berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). 


Tulisannya yang tajam dan jernih itu mengguncang Amsterdam ketika diterbitkan pertama kali pada 1911 oleh Jacques Henrij Abendanon, seorang direktur di Departemen Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda..

Awal perlawanan Kartini dimulai di lingkungan keluarganya sendiri. Dia bersama dengan kedua adiknya berani melepaskan unggah-ungguh atau etiket yang dinilai ruwet. Kartini mengizinkan adik-adiknya memanggil dengan kata "kamu", begitu pula Kartini memanggil adik-adiknya, hal yang sebelumnya terlarang. 

Kartini tak butuh panggilan dengan kromo inggil atau bahasa halus, apalagi sembah setelah berbicara yang berasal dari adik-adiknya. Kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan, inilah semboyan di masa Revolusi Prancis yang didapat Kartini dari bacaannya. Dia terpikat dan mencoba menerapkannya, sehingga kekakuan dalam hubungan persaudaraan antara Kartini dan adik-adiknya meleleh. 

Pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan pula yang ditekankan Kartini untuk memajukan kaum perempuan. Dengan pendidikan, melalui sekolah dan cara-cara lain akan melengkapinya dengan keahlian yang bisa menopang hidupnya.

Kartini juga banyak berkorespondensi dengan tokoh feminis dan pendukung Politik Etis Belanda, sehingga menarik Belanda untuk memperhatikan nasib perempuan Jawa. Korespondensi Kartini dengan sejumlah tokoh Belanda dibuka lewat perkenalannya dengan Marie Ovink-Soer, istri Asisten Residen Jepara Ovink yang mulai bertugas di sana tepat sesaat sebelum Kartini masuk pingitan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun