"Tuhan ampuni aku, semoga aku siap dan kuat menerima segala resiko yang akan terjadi," katanya pelan.
Her berdiri menghadap penumpang, kepalanya tertunduk. Â Bicaranya pun terbata-bata. Fred, Anggi, Kanaya, Lukman, Prita dan Kevin memperhatikan kata perkata yang keluar dari bibir Her. Tapi perkataannya sama sekali tak terdengar.
"Pak Her, kamu ngomong apa?. Ayo kita berangkat, nyalakan bus ini," teriak Lukman kesal.
Lukman melanjutkan, "Anak saya takut gelap. Dia tak kuat dingin. Ayo, jalankan."
Her menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Air matanya menetes. "Mesin mobil ini rusak, tak lagi bisa jalan. Kita mesti minta pertolongan petugas di hotel atau menginap," ucapnya.
Ucapan Her bagaikan petir di siang bolong, Fred, Lukman, Kanaya, Prita dan Kevin terbengong-bengong. Mereka sama sekali tak percaya dengan ucapan Her.
"Kamu tidak bercanda Her," kata Freed penuh ketegasan. "Kalau benar, bercandamu sama sekali tak lucu," lanjutnya.
Her berusaha meyakinkan seluruh penumpang bahwa bus ini rusak. Semua akhirnya terdiam selama lima menit.
Sementara sang penguasa malam terus memberi kegelapan. Kevin memegang erat tangan Lukman dan Prita. Ia ketakutan. Tangannya gemetar.
Sementara Kanaya yang duduk percis di samping Anggi memukul kaca dengan keras, prak. Kepalanya menunduk seperti menyesali perjalanan kedalam hutan ini.
Anggi mengelus kepala Kanaya, dia berusaha menenangkan sahabatnya itu. "Tenang. Kita tidak akan mati di sini. Kita justru akan bahagia, percayalah," bisiknya.