Apa yang terjadi di wilayah Indonesia belakangan ini kurang lebih sama dengan yang terjadi di Civitas Metropolitano Stadium, markas klub sepak bola Atletico Madrid dini hari tadi. Akibat cuaca ekstrem, beberapa wilayah Indonesia mengalami banjir. Berjarak lebih dari dua belas ribu kilometer dari sini--dalam pertandingan seru--begitu banyak peluang emas terbuang. Itulah gambaran yang tersaji dalam duel babak 16 besar UCL musim 2023-2024 leg 2 antara tuan rumah Atletico Madrid melawan tamunya Inter Milan.
Anda tentu tahu bedanya.
 Ya, di sini terjadi banjir dalam arti sebenarnya. Banjir adalah air berlebih, meluap hingga ke daratan yang biasanya kering, menyebabkan gangguan pada aktivitas manusia. Sedangkan banjir dalam makna konotasi tersaji dalam stadion berkapasitas lebih dari 70.000 penonton di Kota Madrid itu.
Inter Milan menyambangi Spanyol berbekal kepercayaan diri besar. Yang pertama, mereka bertengger sebagai peringkat pertama sementara klasemen Liga Italia Serie A. Kokoh di puncak dan berjarak 16 poin dari peringkat kedua membuat kepastian takdir juara semakin nyata meski liga masih menyisakan sepuluh laga. Kedua, modal kemenangan 1-0 di pertandingan pertama membuat hasil imbang pun cukup untuk lolos ke babak berikut.
Dari balik layar, Diego Simeone dan Simone Inzaghi kompak meracik timnya dengan formasi identik, 3-5-2. Kekompakan itu menular dalam pola permainan sejak peluit awal dibunyikan sang pengadil. Karakteristik kedua tim yang dikenal kuat dalam bertahan tak membuat pertandingan berjalan monoton.
Justru sebaliknya, kita melihat agresivitas luar biasa diperagakan lini per lininya. Kedua tim tampil gagah memuaskan mata siapa pun yang menontonnya. Aliran bola berpindah cepat dari blok ke blok disertai pergerakan pemain yang nyaris tak bercela. Sungguh sedap dilihat. Kita bisa melihat, kedua pelatih menyiapkan taktik dengan brilian. Ibarat film Hollywood, kita disuguhi pertunjukan kelas dunia di lapangan hijau dengan para pemain bola sebagai aktor utamanya. Implikasi dalam menikmati ini adalah penambahan kuota internet dan mesti bangun pagi buta, melawan kantuk dan udara dingin. Cukup setimpal.
Atletico yang dituntut menang malah kebobolan pada menit ke-33. Memanfaatkan sebuah serangan dari sayap kanan Atletico yang gagal, Inter menghukum sang musuh dengan serangan balik kilat, membuat bek sayap Federico Dimarco bebas berdiri dan menaklukkan Jan Oblak. Ini pukulan besar dan memalukan buat Atletico disebabkan dua hal. Yang pertama, Dimarco mencetak gol dengan kaki kanan, kaki terlemahnya. Yang kedua, mereka jadinya sudah ketinggalan agregat 2 gol!
Kubu Atletico terpacu dan berkonsentrasi membangun serangan. Hanya dua menit berselang, bola yang berbelok arah akibat sapuan gagal dari Benyamin Pavard membuat Antoine Griezmann mencetak gol dengan gaya. Ia berbalik badan dan menghantam keras dengan kaki kiri. Yann Sommer tak kuasa menjangkaunya dan gol. Agregat 2-1 untuk Inter.
Sesudahnya kita dibuat geleng-geleng kepala dengan beberapa peluang yang sama sekali tak bisa dikonversikan menjadi gol. Ada tendangan melambung Marcus Thuram yang membuat Simone Inzaghi mencak-mencak di pinggir lapangan. Ada juga sundulan Morata yang membuat rekan-rekannya di bangku cadangan sampai memukul-mukul kursi.
Ada juga tendangan Memphis Depay yang diblok kaki bek lawan. Di tengah ketegangan harus mencetak gol lagi, Atletico akhirnya mencetak gol lewat Depay di menit ke-87.