Siang yang malang.
Paras Fatima tampak gamang.
Berdiri tergopoh menengadah ke langit kelam.
Cahayanya redup tak lagi pernah terang benderang.
Berkilau pun ia enggan.
Lingkungan kini tak lagi ramah semenjak kecamuk perang.[1]Â
Menebarkan aroma bangkai dan serpihan selongsong misil kematian.
Hati kecilnya pun remuk redam diterjang badai perang.
Bak padang tandus nan gersang.
Â
Tak ada air bersih untuk sekadar mengusir dahaga.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!