Mohon tunggu...
Irma Muthiah Saleh
Irma Muthiah Saleh Mohon Tunggu... Guru - Guru/Hidaytullah Balikpapan

Berkebun/Agriculture

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berdamai dengan Luka

8 Juni 2022   14:52 Diperbarui: 9 Juni 2022   19:39 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ibu kemana bi?" tanya anak-anak Rini ketika pulang sekolah.
"Di kamar, ibu lagi kurang sehat makanya dia istirahat," jawab Bi Ratih yang mulai resah karena sudah beberapa jam majikannya belum juga keluar kamar.

Perlahan diketuknya pintu kamar majikannya sambil mengucapkan salam. Tapi hingga tiga kali dia mengucapkan salam tidak ada jawaban dari dalam kamar.

Segera diraihnya handphone butut miliknya dan menghubungi nomor pak Arya. Berharap bisa segera melaporkan kondisi di rumah majikannya saat itu. Namun hingga tiga kali dia menekan nomor itu, jawaban yang didengar selalu saja nomor sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Kembali anak-anak Rini mengejar bi Ratih dengan rentetan pertanyaan. "Ibu kenapa belum keluar. Ayah kok belum pulang?"
Bi Ratih semakin bingung bercampur cemas. Syifa, si bungsu berumur 2 tahun mulai menangis memanggil-manggil ibunya.

Dia berlari menuju pintu kamar orang tuanya sambil menggedor-gedor pintu. Tangisnya pecah. Dia memanggil ibunya sambil menangis. Tidak lama kemudian kedua kakaknya pun bergabung, ikut mendekat ke pintu, memanggil ibu mereka sambil menangis.

Bi Ratih semakin bingung. Dia pun ikut memanggil sambil menangis. Di dalam kamar, Rini yang mulai bisa mengendalikan diri tergerak. Tidak tega mendengar tangisan anak-anaknya, dia kemudian beranjak ke pintu dan membukanya.

Ketiga anak Rini menghambur memeluk kaki ibu mereka. Rini berjongkok sambil merangkul ketiga anaknya. Tangisnya kembali pecah. Luka hatinya menganga lebar. Bi Ratih yang menyaksikan ikut larut dalam suasana kesedihan. Dia pun menangis sesenggukan. Meskipun belum tahu jelas apa penyebab kemelut di rumah tangga majikannya, namun nalurinya yang juga sebagai seorang istri membawanya pada sebuah kesimpulan. Ada badai dalam rumah tangga majikannya.

Sudah tiga malam Arya tidak pulang. Tak sekalipun juga dia menelpon. Kejengkelan dan kemarahan Rini semakin membuncah. Hatinya menuntunnya pada satu kesimpulan  bahwa Arya pasti bersama istri barunya. Hal yang membawanya pada kemarahan yang memuncak.

Sementara di luar sana para tetangga dan orang-orang komplek perumahan tempat tinggalnya mulai ramai menyebar gossip.
Hampir di setiap pertemuan ibu-ibu,  prahara keluarganya menjadi topik hangat. Hal ini membuatnya semakin panas dan tidak berani keluar rumah. Anak-anaknya pun mulai mendengar berita tentang ayahnya dari teman sekolah mereka.

"Hi Mil, ayah kamu gak pulang-pulang ya. Kata mamaku dia sedang di rumah istri barunya," kata Tohar tanpa memikirkan bagaimana perasaan Syamil.
"Ayahku sedang bekerja di kantornya. Dia banyak kerjaan makanya tidak pulang," jawab Syamil mencoba membela diri.
"Heh, mana mungkin lembur sampai berhari hari," serang Tohar.

Syamil berlari masuk rumah sambil menangis. "Ayah jahat, Ayah jahat,"  teriaknya histeris. Ibunya yang sedang mengaji berdiri menghampiri. "Ada apa nak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun