Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berdamai dengan Status Kelas Menengah

7 Maret 2024   22:09 Diperbarui: 7 Maret 2024   22:17 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja kelas menengah. (kompas.com/aam aminullah)

Paling enak memang berdamai saja. Damai itu indah. Termasuk berdamai jika berstatus sebagai kelas menengah. Saya berusaha menuju ke sana. Menuju berdamai sebagai kelas menengah.

Tidak bisa dipungkiri, menjadi kelas menengah saat ini memang cenderung mudah turun daripada naik. Mudah menjadi miskin daripada menjadi kaya. Pendapatan yang tak bisa berlipat-lipat, tapi pengeluaran berpotensi terus membengkak.

Harga beras naik, belum harga lainnya. Saya juga kaget, beberapa hari lalu, tambal ban memberikan tarif baru yakni Rp15 ribu, biasanya Rp10 ribu. Di tempatku, parkir pun katanya mau naik menjadi Rp2 ribu untuk kendaraan bermotor roda dua.  

Lalu bagaimana cara berdamainya? Ya mengurangi aktivitas yang berpotensi membuat duit banyak keluar. Kurangi nongkrong, kurangi berpergian. Kalau tak penting sekali ya tak usah bepergian. Kurangi beli buku. Malah sekarang tak pernah lagi beli buku. Dan kurangi hal lain yang memungkinkan adanya pengeluaran.

Tapi ya jangan pelit-pelit. Jika memang harus dikeluarkan, ya keluarkan saja uang itu. Masa anaknya minta susu, duit ditahan? Kan ngga banget. Masa anak minta beli buku, duit ditahan.

Walaupun tentu saja kadang kita harus tega untuk pelit ketika anak orang lain meminta sesuatu. Kan bukan anak kita!

Selain mengurangi pengeluaran, cara lainnya adalah bekerja sungguh-sungguh dan istirahat sungguh-sungguh. Bekerja sungguh-sungguh bukan lagi untuk menjadi kaya. Kerja sungguh-sungguh dimaknai sebagai rasa syukur pada Yang Maha Kuasa. Sudah diberi pikiran, tenaga, dan kesempatan, maka sungguh-sungguhlah.

Kerja sungguh-sungguh juga adalah dengan membatasi waktu kerja. Kalau waktunya istirahat ya istirahatlah dengan sungguh-sungguh. Sebab, yang bisa menyayangi diri kita adalah kita sendiri. Tak sedikit cerita mereka yang bekerja mati-matian kala muda, akhirnya mengalami masalah kesehatan serius ketika tua mendera.

Jadi, istirahat serius bukan untuk lari dari pekerjaan, tapi bentuk syukur bahwa kita diberi waktu untuk istirahat. Maka, manfaatkanlah sebaik mungkin.

Kemudian terus berpikiran positif. Sebab, berpikiran negatif malah bisa tambah ruwet. Kemudian tak perlu juga memikirkan sesuatu yang kita tak punya. Malah menambah beban pikiran. Tak perlu berpikiran serius terlalu jauh ke depan. Karena sesugguhnya masa depan adalah hari ini yang dilakukan dengan baik.

Nah, aku berusaha untuk berdamai dengan status sebagai pekerja menengah. Walau memang tidak mudah hehe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun