Mohon tunggu...
Isnaeni
Isnaeni Mohon Tunggu... Guru - Belajar dengan menulis.

Belajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Cerita Keluarga Kelas Menengah

7 Maret 2024   12:32 Diperbarui: 7 Maret 2024   20:13 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Getty Images/Ulet Ifansast via KOMPAS.com)

Saya lahir dari keluarga menengah ke bawah. Orangtua sebagai seorang penjahit sekaligus pedagang perlengkapan sandang dan apa saja yang mungkin untuk didagangkan. Merintis usaha dari nol sehingga bisa membuat warung yang menjual barang sandang dengan disiplin yang kuat.

Kenapa dikatakan disiplin yang kuat? Karena sang Bapak begitu ketat dalam mengatur keuangan dan menabung hasil penjualan untuk membeli barang baru untuk didagangkan.

Penggunaan hasil usaha diusahakan seirit mungkin, tetapi kalau untuk uang jajan anak-anaknya ke sekolah beliau memberikannya dengan teratur. Dan dengan uang jajan ini, saya merasa lebih beruntung dibandingkan anak-anak yang lain. Saya sekolah dari Sekolah Dasar sampai kuliah Diploma bisa menerima uang saku yang teratur walau tidak besar, sampai jenjang pendidikan tersebut selesai.

Sebagai keluarga kelas menengah ke bawah, saya mengisi jumlah penghasilan orangtua ketika PMDK dengan jumlah yang minim. Sehingga ada teman menilai kegagalan saya dalam PMDK karena mencantumkan jumlah penghasilan orangtua yang minim. Penghasilan sebagai pedagang atau penjahit memang susah diprediksi, kadang mendapat penghasilan yang besar dan kadang sebaliknya.

Dorongan keluarga besar bapak agar bapak menabung untuk umrah/haji tidak pernah terealisasi sampai beliau meninggal. Adik dan Kakak bapak memang sudah melaksanakan ibadah haji, tinggal beliau dan salah satu adiknya yang belum. Mereka melihat bapak sangat rajin bekerja belanja ke Jakarta dan menjahit setiap hari dengan teratur. Tetapi hasil yang diperoleh Bapak tidak sebesar yang dihasilkan saudara-saudaranya.

Sebagai orang kelas menengah dalam segala-galanya, saya sulit mendapatkan beasiswa atau tunjangan lainnya. Dilihat dari kemampuan akademik saya tidak pantas mendapatkan beasiswa, begitu pula dari segi kemiskinan kita tidak pas juga untuk mendapatkan SKTM. Maka, selama pendidikan sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi saya tidak pernah mendapatkan beasiswa.

Puji syukur walaupun tidak pernah mendapatkan beasiswa, saya bisa menyelesaikan pendidikan dengan biaya mandiri. Membiayai pendidikan sendiri walau dengan pinjaman tapi dapat melunasi semua kewajiban terhadap lembaga pendidikan sebagai bukti penghargaan kami kepada pentingnya pendidikan.

Setelah bekerja menjadi guru, penampilan seorang guru harus rapi dengan mengenakan pakaian seragam atau pakaian kantoran. Penghasilan sebagai seorang guru honorer tidak paralel dengan penampilan yang harus ditampilkan. Pandangan orang terhadap guru cukup tinggi, sehingga harus menerima kenyataan kalau pergi pulang ke sekolah dengan jalan kaki.

Menjadi PNS juga suatu hal yang banyak dikejar semua orang. Bagi saya yang jadi PNS guru berasal dari keluarga menengah, menjadi PNS merupakan jalan untuk hidup yang layak.

Namun untuk hidup mewah atau bergaya seperti yang orang lain bayangkan juga masih jauh. Paman saya sampai bersikeras menganggap bahwa saya sudah layak untuk membeli mobil, padahal saya sudah menyanggah dengan keras juga karena membeli mobil belum layak kami lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun