Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilema Seorang Pemimpin

18 Juli 2021   07:46 Diperbarui: 18 Juli 2021   07:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Kaique Rocha dari Pexels

Pagi ini aku terbangun dari tempat tidurku. Meratapi segala keputusan yang telah ku buat. Keputusan yang kubuat semata-mata demi rakyatku. 

Entah bagaimana wabah bisa memasuki daerah kami. Salah satu negeri yang terluas di bumi. Salahku memang yang tidak bisa membendung para wisatawan asing memasuki negeri ini. 

Negeri ini bak surga di bumi. Alamnya sangat indah. Tak heran banyak orang yang ingin masuk dan menikmati surga buatan Tuhan yang luar biasa. 

Tak hanya surga alamnya. Kata para leluhur, kayu pun akan berubah menjadi tanaman. Ya, tanah disini sangat subur.

Aku galau saat itu, ingin melarang namun, takut perekonomian negeri ini hancur. Sulit sekali ternyata jadi pemimpin. Sekarang terlambat sudah, wabah telah datang dan menghancurkan ekonomi dan kesehatan di negeri ini. 

"Jadi bagaimana pak? Apa kita longgarkan saja rencana kita?" Tanya para menteriku pagi ini.

"Kenapa harus dilonggarkan ?" Aku bertanya ulang. Bukankah wabah sudah sangat parah ? 

Terkadang aku heran kenapa banyak sekali pengusaha yang menghubungiku untuk meminta tolong agar tidak memperpanjang pengekangan ini. 

Alasan mereka karena omset perusahaan turun. Mereka tak ingin omset turun. Aku heran kenapa manusia terobsesi sekali dengan uang. Padahal kenyataannya uang tak mampu membeli kehidupan. Akibat wabah ini banyak yang meninggal karena tak mampu membeli oksigen. 

Teruntuk rakyat kecil yang berjualan di pinggir jalan. Aku tau mereka sedang kesusahan. Oleh karena itu, aku memberikan bantuan kepada mereka. 

Sayangnya di kehidupan nyata sulit sekali mencari ketua desa yang jujur. Kebanyakan dari mereka memberikan bantuan tersebut kepada sanak saudaranya. Ah, nepotisme masih menjadi musuh negeri ini dari zaman dahulu. 

"Di lapangan banyak penjual yang berkelahi dengan petugas pak " Kata menteriku. 

"Kenapa mereka berkelahi ?" 

"Mereka tidak terima disuruh tutup lebih cepat pak " 

"Akibat dari berkelahi ini, banyak komentar tidak baik di media sosial. Selain itu, para oposisi juga memanfaatkannya untuk kepentingan mereka" kata menteriku yang satu lagi. 

Ah, aku lupa dengan masalah ini. Banyak para lawan politik yang menjadikan pandemi sebagai salah satu strategi untuk menjatuhkanku. 

Jadi aku harus bagaimana ? Pengekangan ini harus tetap berlanjut untuk menekan penyebaran wabah namun, satu sisi bagaimana dengan rakyat kecil yang perlu uang untuk hidup ? Ah, aku galau dan bingung. 

Tulisan fiksi di pagi hari 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun