Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Raya Nyepi, Inisiasi Penyeimbangan Makrokosmos dan Mikrokosmos

13 Maret 2021   00:51 Diperbarui: 1 April 2021   09:28 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Aktivitas ritual  ini dilakukan berjenjang dari tingkat provinsi akan dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih, kemudian di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa hingga rumah tangga. Dan, merupakan rangkaian yang terkait dan tidak dapat dipisahkan dari hari Raya Nyepi. Dan semua itu adalah simbol-simbol yang kaya makna. 

Hari Raya Nyepi,  salah satu  simbol itu bentuk  penyucian diri  (buana alit) dan alam semesta (buana agung), keduanya dalam relasi yang seimbang, dalam diri manusia diwujudkan dengan berpikir, berkata dan berbuat yang benar , ketiga merupakan proses penyucian dalam diri, penyucian dalam diri  sekaligus penyucian dunia makro (Buana Agung), maka akan memunculkan keharmonisan dalam kehidupan. Pemberian sesajen  ( banten caru), simbol  pengorbanan sifat binatang dalam diri manusia, sesungguhnya pikiran negatif, yang dapat mengudar vibrasi negatif ke alam semesta, serta mempengaruhi kehidupan lain. Banten caru pengorbanan binatang dalam banten itu yang disebut upacara "Buta Yadnya". Tempat yang digunakan adalah catus pata (perempatan jalan,).  Perempatan adalah simbol  sesorang untuk meniti jalan, orang akan bingung dihadapkan pada pilihan jalan mana yang harus ditempuh. Dengan mengorbankan sifat binatang, maka jalan kebajikan akan dengan lapang dapat dilalui. 

 

Upacara bhuta yadnya itu masing-masing bernama Paca Sata (kecil), Paca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda (Buta Kala), dan segala "leteh" (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. 

Melihat dari aspek komponen pada banten "Caru" ada di rumah-rumah, terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti Ayam Brumbun (berwarna-warni) disertai "tetabuhan" arak/tuak. Bhuta yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat. Simbol,ketika individu masuk suka mabok sesungguhnya dalam dirinya masih berstana bhuta kala, dan dari simbol ini sesungguhnya 'haruslah dihindari ' minum-minuman keras itu, apa lagi sampai mabuk.

 

Beberapa urutan melakukan mecaru biasanya ditingkat rumah tangga dapat dilakukan sebagai berikut :

Banten Nyepi untuk Rumah Tangga:

  1. Ring Pamrajan / Sanggah / tempat bersembahyang keluarga; Menghaturkan Banten Pejati, yaitu Pras, Ajuman, Daksina, Ketipat kelanan, Canang Lengawangi Buratwangi.
  2. Di Natar Mrajan / Sanggah ; Menghaturkan segehan / nasi putih kuning atanding. Di Jaba / Lebuh / bagian luar sebelum masuk ke halaman rumah: Mendirikan/nanceb sanggah cucuk disebelah kanan kori / pemedalan, disanggah cucuk munggah banten Daksina, Pras, Ajuman, Dandanan, ketipat kelanan, Sesayut penyeneng, janganan kajang panjang, pada sanggah cucuk digantung ketipat kelanan, sujang/cambeng berisi tuak, arak, brem dan air tawar.
  3. Dibawah sanggah cucuk menghaturkan segehan Manca Warna (segehan dengan 9 warna, sesuai arah pangider-ideran sebanyak 9 tanding). Lauknya olahan ayam Brumbun atanding, disertai dengan tabuhan arak, Brem, Tuak serta air tawar, di haturkan kehadapan Sang Bhuta Raja dan Sang Kala Raja.

Segehan nasi cacahan 108 tanding dengan ulam jajron matah serta dilengkapi dengan segehan agung asoroh, serta tetabuhan arak, tuak, brem, Air tawar, di haturkan kehadapan Sang Bhuta Bala dan Sang Kala Bala, semua sarana diatas di haturkan di bawah, pada waktu sandhi kala.

Pada malam pangrupakan ini, biasanya di Bali, baik tua-muda maupun pria--perempuan bersuka ria merayakan pangrupukan ini, ada yang berjalan-jalan di lingkungan wilayah banjar atau desanya sambil mengarak ogoh-ogoh. Ada juga sebagian yang duduk di pinggir-pinggir jalan sambil menonton pawai atau arak-arakan ogoh-ogoh sampai dini hari. Biasanya arak-arak ogoh-ogoh terjadi saling balas-balasan antara banjar satu dengan banjar lainnya, atau desa satu dengan desa lainnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun