Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Raya Nyepi, Inisiasi Penyeimbangan Makrokosmos dan Mikrokosmos

13 Maret 2021   00:51 Diperbarui: 1 April 2021   09:28 2049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelima, "Ngamet sarining amerta ring telenging segara" , artinya belajar dari lautan yang selalu menerima apapun yang dikirimkan kepadanya, tanpa mengubah sifatnya, Airnya tetap asin, walaupun banyak sungai bermuara ke laut. Pelajaran penting adalah jadilah manusia  biasa, tak mudah terpengaruh oleh pikiran-pikiran jahat. Upacara melasti sejatinya membangunkan kesadaran manusia Hindu, menjaga keseimbangan lahir dan bathin. 

MECARU DAN PENGERUPUKAN 

Tahap kedua adalah, Mecaru atau Tawur.  Tawur yang dilaksanakan di pura Besakih disebut Tawur agung. Tawur  dilaksanakan pada hari Tilem Sasih Kesanga (Bulan mati ke 9) yaitu sehari sebelum Nyepi. Mengapa dipilih sasih sasih kesanga? Pertanyaan ini menarik sebab  tawur dilakuan pada sasih kesanga dan  hara Raya Nyepi (sipeng, ngebleng) dilakukan pada sasih  sasih kedasa.

Makna Sasih Kasanga dan Sasih Kadasa pada rangkaian Nyepi Upacara pangrupukan dalam rangkaian Hari Raya Nyepi dilaksanakan pada bulan mati (Tilem) sasih kesembilan (Sasih Kasanga) dapat dijelaskan sebagai berikut:  pada hari ini (Tilem) merupakan hari yang bertepatan dengan bulan mati. Pada hari Tilem merupakan hari baik terakhir melakukan upacara bhuta kala, kemudian beralih ke hari baik untuk melakukan upacara dewa yadnya (korban suci kepada Dewa).

Makna filosofis  upacara pangrupukan yang jatuh pada hari Tilem Sasih Kasanga itu, memiliki makna  sangat dalam bagi umat Hindu di Bali, yaitu kasanga berarti kesembilan. Angka sembilan merupakan angka terakhir untuk selanjutnya berganti dengan angka yang mengandung nol (0), misalnya setelah sembilan akan disusul oleh angka sepuluh, setelah sembilan belas akan disusul oleh dua puluh, dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah sembilan akan terjadi peralihan perhitungan. Kecuali itu, menurut kosmologi umat Hindu bahwa angka sembilan juga mengacu kepada ke sembilan penjuru arah mata angin. Masyarakat Hindu di Bali percaya bahwa di sembilan arah mata angin itu bersemayam para Dewata, yaitu di arah timur Dewa Iswara, di tenggara Dewa Maheswara, di selatan Dewa Brahma, Dewa Rudra di barat daya, Dewa Mahadewa di arah barat, Dewa Sangkara di barat laut, Dewa Wisnu di arah utara, Dewa Sambu di timur laut, dan Dewa Siwa bersemanyam di tengah-tengah. Hal ini lazim dikenali dengan istilah Dewata Nawa Sanga (artinya sembilan dewa yang bersemanyam di masing-masing arah mata angin).

Pada sisi lain, juga berarti bahwa, Masyarakat Hindu di Bali juga mengenal konsep "Kala Ya Dewa Ya" waktu itu bisa bersifat negatif (kala) dan  Baik (dewa). Maka, konsep ini mengandung makna bahwa kala atau waktu itu terdiri atas waktu (hari) baik dan waktu buruk. Oleh karena itu manusia haruslah cerdas dalam memanfaatkan perbedaan waktu ini.

Hari baik dikaitkan dengan  para Dewa, sedangkan hari buruk  diyakini masih  berkeliarannya para Bhuta Kala, cara berpikir umat Hindu yang mengasosiasikan konsep baik (Dewa) dan jahat / buruk  oleh bhuta kala).  Oleh karena itu, di samping di sembilan arah mata angin itu bersemanyam para dewa, juga di sembilan arah mata angin itu dihuni para Bhuta Kala.

 Hari baik dihubungkan dengan turunnya para Dewa, sedangkan hari buruk diasosiasikan dengan berkeliarannya para Bhuta Kala. Oleh karena itu, di samping di sembilan arah mata angin itu bersemanyam para dewa, juga di sembilan arah mata angin itu dihuni para Bhuta Kala. Dimana ada kebeurukan pasati ada kebaikan tersembunyi disana, Rwa Bhinneda.

Umat Hindu memetakan sisi alam mikrokosmos, yakni tubuh manusia, para Dewa itu juga dapat bersemanyam di dalam tubuh manusia; Dewa Wisnu di empedu, Dewa Sambu di pancreas, Dewa Iswara di jantung, Dewa Maheswara di paru-paru, Dewa Brahma di hati, Dewa Rudra di usus, Dewa Mahadewa di ginjal, Dewa Sangkara di limpa, dan Dewa Siwa ditumpukan hati. Dengan demikian, pada hari raya Nyepi, para dewa itu disemayamkan dan dipuja pada diri manusia.

Berangkat dari keyakinan umat Hindu, Dewa itu merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha  Esa/Ida Sang Hyang Widi Wasa dalam personifikasi- dan peran-Nya masing-masing, sedangkan Bhuta kala  adalah makhluk halus ciptaan Tuhan yang dapat mengganggu keharmonisan alam semesta (bhuana agung) maupun  manusia (bhuana alit).

Ditinjau dari dimensi waktu bahwa pada hari Tilem Kasanga bertepatan dengan waktu pergantian tahun menurut aka. Pada hari tilem kasanga ini menjadi peralihan tahun aka menurut perhitungan Hindu di Bali. Hari Nyepi merupakan tahun aka baru jatuh pada Sasih Kadasa. Kata kadasa  yakni sasih  ke sepuluh, dan juga bermakna 'kedas'  berarti bersih. Oleh karena itu, Hari Raya Nyepi diadakan pada paroh terang pertama (penanggal pisan) masa kesepuluh (sasih kadasa), merupakan hari pertama yang dipandang hari bersih untuk memulai dengan lembaran hidup baru pada tahun baru aka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun