Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Musim Buah Ceri Tiba

21 Oktober 2022   11:45 Diperbarui: 21 Oktober 2022   11:48 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika musim buah ceri tiba | Ilustrasi: mustikanug dari Pinterest

Kakak dan adik selalu menikmati waktu bersama, itulah kita. Rasanya kita amat beruntung, bukan? Tidak semua orang memiliki kesempatan ini.

Bayangkan, banyak saudara yang terpisah dari saudaranya selama belasan tahun. Selama itu pula hati mereka diliputi kerinduan akan kasih sayang seorang kakak.

"Hey, jangan berpikir terlalu jauh," katamu.

"Lagipula sebagai saudara, kita bukannya tidak pernah bertengkar, bukan?"

Itu benar. Betapapun kita saling menyayangi, anak-anak seperti kita pasti pernah terlibat adu mulut, menangis, lalu mengadu pada ibu.

Aku terkekeh.

"Kau adik yang cengeng," katamu lagi.

Aku memandangi wajahmu dengan sayang. Kau adalah kakak satu-satunya. Kakak yang dulu sering mengalah karena ibu selalu membelaku. Bagi ibu, aku adalah putri kecil yang selalu butuh dilindungi.

Aku mengingat-ingat, kapan terakhir kita bermain di atas pohon ceri dekat rumah. Rasanya baru kemarin, kita menunggu ayah dan ibu pulang dari kebun.

Kalau mau jujur, aku sangat berhutang padamu. Karena kau banyak mengalah demi adikmu yang manja. Kau rela menolak ajakan teman-temanmu, sebab tidak ada yang menemaniku di rumah, waktu itu.

"Kau masih ingat bagaimana rasa buah ceri?" kau bertanya, seolah menangkap jalan pikiranku. Aku mengangguk, sambil menahan dadaku yang mulai gemuruh.

"Dulu kau tidak suka buah itu. Kau bilang dia seperti sepasang mata angsa yang marah, dan lagi rasanya asam."

Aku menjepit bibirku kuat-kuat, menyeka sudut mataku yang mulai basah.

Tentu, aku masih ingat semua itu. Kau memintaku menunggu di bawah pohon, sementara kau memanjat mengumpulkan buah merah itu, dan membawanya turun dengan kantong kain.

Kau bersusah payah membujukku untuk mencicipinya.  Kau memang kakak yang pantang menyerah. Pada akhirnya aku bukan saja suka buah itu, tapi aku juga bisa memanjat batangnya. Ya!

"Aku sangat senang kau bisa menikah dengan Fay..." katamu dengan suara bergetar.

"Sayangnya kakak sudah merusak semuanya, yaa. Tolong maafkan kakak..."

***

Menjadi pengantin adalah impian setiap gadis di dunia. Dia akan menjadi ratu pada hari itu. Semua mata tertuju padanya.

Begitu juga aku, aku akan menjadi ratu di hari itu. Dan aku sudah memesan gaun yang sangat istimewa jauh-jauh hari. Perhiasan yang indah, dan semua dekorasi.

Aku yakin ibu juga akan sangat bahagia, andai beliau masih ada. Dia pasti tak akan berhenti memuji kecantikanku yang disamakannya dengan purnama. Dan ayah, dia akan memelukku erat-erat seolah aku akan meninggalkannya.

Tetapi semua impian itu sekarang seperti hancur!

Aku dan Fay sudah siap di hadapan penghulu, bersama saksi-saksi dari keluarga kedua belah pihak. Beberapa sahabat dan sejumlah undangan juga sudah hadir. Rasanya deg-degan bercampur bahagia. Hidupku akan menjadi sempurna.

Tiba-tiba Mutia, sepupu kita, berlari ke arahku menyerahkan ponsel di tangannya. Aku sempat mengira kau menelepon lagi dan meminta kami menunggumu.

Tentu saja kami akan menunggumu, Kak. Kau adalah wali pernikahanku.

Aku tidak bisa menyalahkan ketika tiba-tiba mertuamu jatuh sakit dan kalian sekeluarga diminta terbang ke negeri Ginseng.

Kami juga tidak bisa menyalahkan tanggal pernikahan yang ternyata selisih sehari dengan meninggalnya ayah mertuamu.

Kau terpaksa membagi waktumu untuk kedua hal ini. Aku yakin sangat tidak enak menjadi dirimu, harus buru-buru ke Jakarta untuk mengejar waktu.

Suara petugas di ujung telepon mengabarkan sesuatu yang tidak kuharapkan. Pesawatmu mengalami kecelakaan dan kau termasuk korban luka yang tidak sadarkan diri.

Aku menangis histeris dan membuat hadirin bertanya-tanya. Semua menjadi mimpi buruk yang menghempaskanku pada kenyataan pahit. Pernikahanku dibatalkan.

Berbulan-bulan waktu yang kubutuhkan untuk melewati kemelut ini. Perlahan aku mulai bisa menerima bahwa semua adalah rencana Sang Kuasa. Jika kami berjodoh, Fay dan keluarganya pasti akan menghubungiku lagi.

***

Pagi-pagi sekali aku menumpang kereta, pulang ke kampung masa kecil kita. Aku akan mengunjungi makam ibu dan ayah.

Setiap saat aku berada di rumah sakit untuk menemanimu, bahkan lebih banyak waktu ketimbang istri dan kedua anakmu.

Setelah waktu yang panjang dan keadaanmu membaik, kuputuskan untuk pulang sejenak.

Wow, ternyata ini musim ceri berbuah!

Ah, aku sampai melupakan waktunya. Mungkin aku terlalu larut dengan permasalahanku sendiri, yaa. Konyol.

Hmm, rasanya senang sekali melihat mata angsa yang marah itu memenuhi pohon. Yeah, meski pohon yang dulu kita tempati sudah digantikan pohon-pohon lainnya.

Aku memetik beberapa dan mencicipinya. Manis sekali.

"Bu, silahkan ikut dengan kami. Anda sudah ditunggu," seseorang menyapaku, dan meyakinkan mengapa aku mesti naik ke mobil di belakangnya.

Ternyata kami berhenti di sebuah hotel di dekat desa kita. Sekelompok orang menyambutku dan mengarahkan ke sebuah kamar.

"Surpriiiiise!" kau bersuara.

Aku sumringah dan menumpahkan air mata, karena ternyata kau berada di balik semua ini, Kak.

"Jangan menangis atau wajahmu akan terlihat sembab nanti. Kau akan segera dirias karena pernikahanmu dengan Fay akan segera dilanjutkan. Tapi maaf, kakak harus dengan kursi roda ini, ya."

Aku memelukmu  erat-erat, tak menyangka semua ini. Pantas saja tadi aku melihat kesibukan orang-orang itu.

"Semoga kau senang..." sebuah suara di belakangku.

"Fay?"

"Selamat ulang tahun, Rene. Maaf karena aku terlambat menyatukan cinta kita. Kakak memang luar biasa. Dia mencariku untukmu.

Semoga kau senang karena pernikahan kita dilaksanakan di hari ulang tahunmu, saat musim buah ceri tiba. I love you!"

***

Ayra Amirah untuk Inspirasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun