Mohon tunggu...
La Iwang (Semesta Wadagiang)
La Iwang (Semesta Wadagiang) Mohon Tunggu... Editor - Apa jadinya andai fikiran orang-orang dulu itu tak di bukukan?

Aku hanya belajar untuk bisa terus belajar. Belajar dari mereka, belajar dari kalian semua........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Filosofi Cinta Sang Aktivis

1 Maret 2017   20:10 Diperbarui: 19 Mei 2020   00:59 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku tidaklah mengatakan selingkuh itu boleh, tetapi tentang rasa bagi sesorang, tentang keinginan pada sesuatu yang tidak boleh, tentang kerinduan Jay pada perempuan kecil the first lovenya dulu itu, apakah ada yang sanggup mengintervensinya? Tidak. Apa bedanya denganku padamu dulu ketika pertama kali memadu pandang. Rindu itu tiba-tiba muncul tanpa pernah ku undang. Seketika ia telah hadir dan menempati sebuah ruang dalam rasa dan rasioku, tiba-tiba ia telah membangun sebuah rumah didalam nalar dan naluriku, pada akal dan hatiku” Rita terdiam. Raihan lalu meraih tangan istrinya, digenggam dan dikecupnya mesra. Aku memandang dua sahabatku itu secara bergantian dengan senyum dan rasa yang amat bersyukur, mereka pun berdua lalu senyum-senyum sembari serempak mengangkat gelas mengajakku toast.

"Yup, laut biru didepan kita ini bersaksi atas persahabatan kita". Ucap Rita.

“He' hem, tapi begini, kalian boleh percaya atau tidak, ini berdasarkan pengalaman dan pengamatanku saja". Saya mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Ayo Jay! Lama nih tidak dengar banyolan-banyolan konyolmu" Seru Rita. Dia pun lalu menyalakan korek api tepat di ujung kretek 234 ku.

"Ini serius, sayang" Ujarku setelah menghembus asap nikotin, zat mujarab anti inveksi itu. "Begini, umumnya pasangan suami istri yang sudah berumah tangga diatas lima tahun, gagal melakukan pencerahan-pencerahan cinta di dalam rumah tangganya. Rumah tangga tidak lagi dimaknai sebagai sebuah cinta dalam arti kerinduan untuk saling memiliki, kerinduan untuk saling berkasih-kasih. Bahwa saling memiliki dan saling mencumbu, itu pasti.  Tetapi motivasinya lebih pada aspek kebutuhan, kewajiban dan tanggungjawab semata, bukan lagi pada sebuah kerinduan sebagaimana kerinduan dari sebuah cinta yang belum saling memiliki. Padahal, kerinduanlah yang merupakan ruh dari sebuah cinta. Dan kehilangan aspek saling merindu ini, itu bisa berakibat pada hampanya rasa bagi sebuah pasangan. Dan itu sebenarnya fatal, karena rumah tangga hanya akan menjadi sebuah rutinitas yang menjemukan, walau nampak indah dari luar”.

“Wow...kalau itu, sepakat aku, Jay! idealnya memang harus begitu. Rindu itu memang mesti selalu ada dalam pasangan rumah tangga sebagaimana rindunya orang pacaran.” Lanjut Rita, mantap. Kali ini pasti tak ada alasannya untuk tidak setuju dengan dengan penjelasanku tadi.

“Tapi ideal itu bukan berarti tanpa kekurangan lho, ideal bukan berarti sempurna, kesempurnaan bukan ranahnya kita, toh?”. Sela Raihan. Saya menangkap sesuatu, sepertinya Raihan juga ingin menggunakan momen ini untuk memberi pencerahan pada istrinya.

“Kamu bilang tidak ada manusia yang ideal??” Aku terus memancingnya.

“Iya. Sebab manusia ideal adalah manusia titik nol. Manusia Titik Nol adalah tidak ada. Adanya hanyalah manusia minus dan manusia plus. Seperti halnya Iman, bertambah dan berkurang. Adakah kelak di hari yaumul hisab seorang manusia yang kadar amal dan dosanya benar-benar seimbang? Jika ada, itulah manusia ideal. Aku tak ingin menjadi manusi ideal. Aku ingin menjadi manusia plus, manusia berkelebihan. Itulah yang dimaksud dengan Insan Kamil.”

“Mantap!! Pemikiran-pemikiran seperti ini yang ku suka darimu sejak dulu bro!” Seruku pada Raihan. Aku tidak bisa menutupi kekagumanku pada kedalaman berfikirnya. “Sekarang aku ingin bertanya satu hal lagi, masihkah persepsi cintamu seperti dulu?? Tuttsssss…”

“Hahahaha” Mendengar pertanyaanku barusan, Raihan terbahak. Pasti dia sedang mengingat sebuah tulisan yang ia tulis didinding kostnya dulu. Aku pun tak mampu menahan tawa. Kami sama-sama terbahak dan saling tuding.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun