Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah dengan Sosialisasi Penyebaran HIV/AIDS di Cianjur Bisa Dihentikan?

18 September 2022   14:25 Diperbarui: 18 September 2022   14:26 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: english.jagran.com)

Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur terus bertambah, sementara itu Dinkes Cianjur sebut menekan angka HIV/AIDS dengan sosialiasi

"Tercatat sepanjang tahun 2021 sampai dengan tahun 2022, sebanyak 248 orang penderita baru yang terdeteksi HIV AIDS dan 12 orang di antaranya adalah ibu hamil." Informasi ini ada dalam berita "Penderita HIV AIDS di Cianjur Terus Meningkat, Dinkes Lakukan Upaya Guna Menekan Angka ODHA" di pikiran-rakyat.com (31/8-2022).

Itu artinya ada 12 laki-laki (baca: suami) yang mengidap HIV/AIDS di Cianjur yaitu yang menularkan HIV/AIDS ke ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Jabar): Apakah 12 suami ibu-ibu hamil yang positif HIV itu juga jalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka 12 suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Di beberapa daerah ada suami yang menolak tes HIV ketika istrinya yang hamil terdeteksi HIV-positif.

Maka, Dinkes Cianjur perlu membalik paradigma berpikir yaitu yang menjalani tes HIV bukan perempuan hamil, tapi suami dari perempuan yang hamil. Suami-suami yang menjalani tes HIV akan menerima konseling sebelum dan sesudah tes sehingga mereka tidak lagi menularkan HIV/AIDS ke orang lain jika mereka terdeteksi HIV-positif.

Disebutkan dalam berita: Dinas Kesehatan Cianjur, Jawa Barat, telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka Orang Dengan HIV AIDS (ODHA). Salah satu caranya adalah dengan menggencarkan sosialisasi ke berbagai kalangan, termasuk juga di lingkungan sekolah dan perkampungan yang rentan terjadi penularan.

Lagi-lagi pertanyaan untuk Dinkes Cianjur, apakah dengan sosialisasi bisa menghentikan warga melakukan perilaku-perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di bawah ini?

Perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan laki-laki dan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom.

Selain itu yang jadi persoalan besar, apakah materi komunikasi, edukasi, informasi (KIE) yang dikemas Dinkes Cianjur berpijak pada fakta medis?

Soalnya, selama ini meteri HIV/AIDS yang dikemas dalam KIE selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tentan HIV/AIDS hilang, sedangkan yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Seperti yang disebut dalam berita ini: Kasus HIV AIDS yang menyerang kaum ibu biasanya ditularkan oleh suaminya yang melakukan aktivitas seks bebas.

Pernyataan di atas tidak akurat karena HIV/AIDS tidak menyerang kaum ibu, tapi ditularkan oleh suaminya yang mengidap HIV/AIDS.

Sampai hari ini tidak ada pihak yang bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan 'seks bebas.'

Baca juga: Seks Bebas Jargon yang Jadi Kontra Produktif terhadap Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia

Lagi pula risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas, zina, melacur, selingkuh, homoseksual dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matrik risiko penularan HIV/AIDS).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Di bagian lain Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes Cianjur, dr Frida Laila Yahya, mengatakan: "Ketika melakukan cek kesehatan dapat terdeteksi dengan cepat, sehingga dapat dilakukan antisipasi agar tidak banyak yang tertular."

Ini langkah di hilir. Artinya, warga yang cek kesehatan sudah tertular HIV/AIDS (Lihat matriks langkah di hilir).

Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tes HIV adalah program penanggulangan HIV/AIDS di hilir. (Sumber: Dok. Syaiful W. Harahap)

Yang diperlukan adalah langkah di hulu yaitu mencegah agar tidak ada (lagi) warga Cianjur yang tertular HIV/AIDS melalui perilaku seksual berisiko.

Disebutkan pula: "Dinkes melalui puskesmas juga melakukan talk show, podcast, webinar tentang pencegahan HIV AIDS, memberikan edukasi pada anak sekolah tentang bahaya seks bebas dengan melakukan kunjungan ke sekolah, ...."

Kalau benar 'seks bebas' penyebab HIV/AIDS, maka semua orang di dunia ini yang pernah melakukan 'seks bebas' tentu sudah mengidap HIV/AIDS.

Faktanya tidak karena laporan UNAIDS (badan PBB yang khusus menangani HIV/AIDS) menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS secara global pada akhir tahun 2021 sebanyak 38,4 juta, dengan kasus baru 1,5 juta per tahun.

Padahal, jumlah warga dunia yang melakukan 'seks bebas' jauh lebih banyak daripada jumlah kasus itu, seperti di tempat-tempat pelacuran dan rumah bordir di banyak negara.

Maka, yang perlu disampaikan kepada warga dan pelajar adalah fakta medis tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS, seperti perilaku-perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di atas.

Selama materi KIE tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama maka selama itu pula masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat dengan pijakan fakta medis.

Itu artinya kasus infeksi HIV baru akan terus terjadi di Cianjur. Warga, terutama laki-laki dewasa yang tertular HIV tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat yang tidak terdeteksi jadi 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Cianjur. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun