Mohon tunggu...
Indrato Sumantoro
Indrato Sumantoro Mohon Tunggu... Pemerhati Aspal Buton.

Pemerhati Aspal Buton.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Aspal Buton: Berkah atau Kutukan Bagi Rakyat Indonesia

22 September 2025   07:30 Diperbarui: 22 September 2025   07:28 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajib penggunaan aspal Buton. Sumber: telisik.id

Aspal Buton ditemukan pada tahun 1924, jauh sebelum Indonesia merdeka. Sumber daya ini terbukti melimpah dan strategis bagi ketahanan infrastruktur nasional. Namun lebih dari satu abad, potensi itu seperti terkubur dalam diam. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa bangsa ini tetap mengimpor aspal seolah tidak memiliki harta karun sendiri?

Indonesia sudah 80 tahun merdeka, tetapi ketergantungan pada aspal impor masih melekat. Setiap tahun triliunan rupiah mengalir ke luar negeri hanya untuk menambal jalan kita sendiri. Ironi ini seperti menampar wajah kedaulatan ekonomi. Apakah ini bukti bahwa aspal Buton adalah kutukan, bukan berkah?

Padahal Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Aspal Buton adalah ciptaan-Nya yang sempurna, cadangan alam yang bisa menjadi tulang punggung pembangunan. Jika kekayaan ini belum membawa kemakmuran, kesalahannya ada pada manusia yang lalai. Terutama pada pemimpin yang enggan menyalakan obor kedaulatan.

Selama puluhan tahun, kebijakan pemerintah hanya memandang Buton sebagai catatan pinggir. Hilirisasi aspal Buton selalu kalah oleh lobi impor aspal yang menggiurkan. Kepentingan jangka pendek menutup mata pada kedaulatan jangka panjang. Ketakutan mengambil langkah berani membuat negeri ini berjalan di tempat.

Padahal teknologi ekstraksi dan pemurnian aspal Buton sudah tersedia. Penelitian bertahun-tahun menunjukkan kualitasnya mampu menandingi bahkan melampaui aspal minyak. Negara lain yang jauh lebih miskin sumber daya berani berdikari. Mengapa Indonesia, yang mengklaim diri sebagai negara besar, justru ragu?

Hilirisasi aspal Buton bukan sekadar proyek ekonomi, tetapi gerakan kedaulatan. Dengan kapasitas cadangan lebih dari 650 juta ton, kita dapat memenuhi kebutuhan nasional hingga ratusan tahun ke depan. Bayangkan multiplier effect: industri turunannya, lapangan kerja lokal, dan penghematan devisa. Semua itu hanya menunggu keputusan politik.

Keputusan politik itulah yang kini menjadi ujian terbesar. Presiden Prabowo Subianto memegang kunci untuk mengubah sejarah. Apakah ia berani mengeluarkan Keputusan Presiden Swasembada Aspal 2030? Atau membiarkan Buton tetap menjadi catatan kaki dalam buku kegagalan nasional?

Jika Pak Prabowo meyakini bahwa aspal Buton adalah berkah, maka keberanian adalah buktinya. Keppres Swasembada Aspal akan menandai lahirnya era baru infrastruktur nasional. Tanpa keberanian itu, kata "berkah" hanya menjadi jargon politik. Dan rakyat kembali menanggung biaya dari ketakutan pemimpinnya.

Selama ini, mafia impor aspal menguasai jalur distribusi dan kebijakan. Mereka menikmati rente dari setiap kapal tanker yang membawa aspal minyak. Setiap kebijakan yang menunda hilirisasi aspal Buton adalah hadiah bagi mereka. Dan setiap keterlambatan adalah kutukan bagi rakyat.

Buton sendiri telah menanti dengan sabar. Pulau ini memiliki tenaga kerja, lahan, dan semangat masyarakat yang siap menyambut investasi besar. Mereka hanya butuh kepastian arah dan dukungan negara. Namun yang mereka terima selama puluhan tahun hanyalah janji dan studi tanpa aksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun