Seorang lelaki pengangguran bernama Joko Sembodo duduk sendirian di dalam kamar berukuran 2 x 2 meter persegi. Kamar yang disewa sebulan yang lalu setelah ia di  PHK oleh sebuah pabrik tekstil. Kedua tangannya mengocok beberapa kartu remi, berulang kali sampai akhirnya ia menarik salah satu kartu itu. King ! Ia tersenyum, menang. Lalu entah mengapa timbul bayangan dan keinginannya untuk  menjadi seorang king, raja kesuksesan atau setidaknya raja di tempat kos- kosan ini.
     " Selamat sore mas Arman...hmm gini..saya minta maaf belum bisa bayar kontrakan bulan ini " ujar Joko suatu sore.
" Oh, gak apa-apa..santai aja," Arman menyahut seolah ini tidak menjadi masalah yang berat bagi Joko maupun Arman.
Joko mengangguk, tersenyum hambar. Matanya mengekori tubuh Arman yang berjalan di depan kos-kosan itu hingga menghilang di balik pagar pembatas dengan  rumah sang pemiliknya, Arman Antoni.
     Joko kembali mengambil tumpukan kartu remi di atas tempat tidur, kali ini dia tidak mengocok kartu-kartu itu, tapi malah menebarkannya di atas kasur. Di bawah cahaya lampu lima watt, Joko mencoba mengambil salah satu kartu itu. Matanya sengaja disipit-sipitkan berpura-pura tak melihat tapi mengintip. Tangannya berhenti pada kartu di ujung kasurnya. Ia tersenyum, menang. " King lagi, king lagi...", pikirnya senang. " Aku memang pasti jadi raja, suatu hari nanti."
Joko Sembodo memang tak punya lagi pekerjaan tetap, jadi solitaire lah yang menjadi pilihan untuk mengisi waktunya, yang dapat mengusir  rasa bosan dan ia menikmatinya. Sudah tiga hari ini, Mak Romlah tak lagi memberi kesempatan untuknya mendapatkan pemasukan. Setidak-tidaknya untuk makan tiga kali sehari.
     Tanggal terakhir di bulan Desember akan berakhir beberapa jam lagi. Joko belum juga bisa membayar kontrakan. Dia mencoba untuk menemui Arman, namun hatinya berat bercampur malu. Akankah Arman masih memberikan senyuman atas pernyataannya nanti ? Masihkah Arman akan menghibur dirinya, dengan menyampaikan kalimat yang sama, "Oh gak apa-apa, santai aja."
Bayangan Arman masih berkecamuk di kepala lelaki lajang itu. Tak dihiraukannya lagi hiruk-pikuk orang di luar sana, menyambut datangnya tahun yang baru. Kedua telinganya seakan tertutup oleh kebisingan di luar sana, suara jeritan terompet-terompet yang meramaikan suasana malam tahun baru. Gang sempit di depan kosnya Joko tiba-tiba menjadi padat oleh warga setempat. Anak-anak menjadi tak tidur, seakan kantuk enggan menyapa. Padahal jarum jam tengah semangat menunjukkan kegagahannya nanti untuk berdentang di angka 12.
     Ketukan di pintu membuat Arman terhenyak, baru saja ia akan membaringkan tubuhnya.
" Mak Romlah..? ada apa ia datang malam-malam gini, oh mudah-mudahan ada job nih," gumam Joko bercampur heran. Timbul semangat pada diri Joko, tangannya dengan sigap membuka kunci kamar. Benar saja, Mak Romlah berdiri sambil tersenyum lebar, tapi siapa perempuan cantik di sebelahnya ?
" Belum tidur kamu, Ko?" tanya Mak Romlah.
" Ah belum kok Mak, ini kan malam panjang, malam tahun baru," Joko seakan membela diri.
" Aduh, cowok seganteng kamu, apa gak ada gandengan buat tahun baruan...? Mak Romlah sengaja menggoda Joko. Joko tergelak, mukanya memerah. Mak Romlah sengaja mempermalukannya di depan perempuan cantik ini.
     Di dalam kamar kontrakan Joko, Mak Romlah duduk bersila di atas selembar tikar, maklum lah Joko tidak memiliki kursi. Lagipula kamarnya sempit, hanya cukup untuk sebuah ranjang dan lemari satu pintu. Sementara si perempuan itu masih berdiri. Barangkali dia tidak bisa duduk di lantai karena mengenakan rok pendek selutut.
" Begini loh Ko, ini nona Raisa. Dia datang dari Jakarta, mau nemui bos Arman," terang Mak Romlah. Joko hanya mengangguk-ngangguk saja, sesekali ia coba mencuri pandang ke perempuan itu. Cantik paripurna.
" Ternyata bos Arman gak ada di rumah, belum pulang.. jadi gimana kalau non Raisa ini numpang sebentar di sini, sambil nungguin bos Arman."
Usul Mak Romlah membuat Joko berpikir dua kali untuk menerimanya atau justru menolaknya dengan halus ?
Hampir separuh lebih malam pergantian tahun kali ini akhirnya dinikmati Joko bersama nona Raisa.
Rasa canggung berhadapan dengan perempuan cantik yang hampir tak pernah dialaminya perlahan mulai mencair. Suasana malam itu menjadi hangat. Nona Raisa sangat santun dan ramah walaupun ia kerap kali kerepotan mengatur cara duduknya di atas tikar.
     Pukul setengah tiga dini hari, akhirnya nona Raisa dapat bertemu Arman . Joko mengantarnya sampai di mulut gang. Arman langsung memeluk Raisa.
" Beruntungnya mas Arman memiliki istri secantik nona Raisa," pikir Joko. " Ah sedangkan aku? Jangankan istri, pacar pun belum ada..." sesal Joko dalam hati.
Joko kembali ke kamar kosnya, berharap dalam tidurnya mimpi bertemu perempuan secantik nona Raisa. Joko senyum-senyum sendiri.
Tiba-tiba perasaan yang aneh hinggap di alam pikiran Joko. " Nona Raisa itu istrinya mas Arman atau bukan ya..,? kalau memang istrinya, kok malah gak bisa masuk ke rumahnya Mas Arman..??"
     Keesokan harinya, Mak Romlah datang ke kamar kos Joko. Menawarkan pekerjaan yang sama untuknya. Menjadi tukang ojek bagi Mak Romlah, mengantarkan ke pasar sambil membawa dua karung singkong atau hasil kebun lainnya. Meskipun memiliki sepeda motor, Mak Romlah tidak bisa mengendarainya. Lagian sepeda motor itu sudah lumayan tua. Harus diengkol berkali-kali. Lumayan bagi Joko bisa mendapatkan penghasilan untuk sementara ini, antar jemput Mak Romlah.
"Hei Joko, nona Raisa itu siapanya bos Arman ya ?" bisik Mak Romlah penasaran.
" Wah aku gak tau juga ya Mak, istrinya mungkin.." sahut Joko.
" Ah masa sih Ko, kalau istrinya ko malah gak tau tentang suaminya...lagian setau Mak, bos Arman tuh masih lajang kok, belum punya istri."
Joko hanya mengiyakan saja, dia juga masih menyimpan tanda tanya tentang siapa sebenarnya perempuan cantik yang bernama Raisa.
     Joko sedang bermain kartu seorang diri. Solitaire. Tiba-tiba Arman berdiri di depan pintu kamarnya yang sengaja dibuka. Joko terhenyak, " mati aku, pasti dia menagih duit kontrakan," Joko langsung merasa jantungnya mau lepas.
" Joko, boleh aku gabung ? tanya Arman. "Masa kamu main kartu sendirian, lagian aku sudah lama gak main kartu," lanjut Arman yang langsung membuat Joko melepaskan napasnya yang tertahan beberapa detik. Lega meskipun belum sepenuhnya, karena uang kontrakan yang belum terbayarkan.
" Ohh..silakan mas Arman, ayo masuk.." Joko menyilakan Arman tanpa bisa menyembunyikan rasa gugupnya.
Arman Subagyo, pemilik kos-kosan empat pintu. Orangnya lumayan ramah meskipun sekali-kali terlihat dingin. Tinggi, putih, dan ganteng.
" Tapi ..hmm..aduh maaf loh Mas Arman, sayaa...."
" Oh..masalah duit kos kan, udahlah..aku datang ke sini bukan buat nagih kok, aku mau ngajakin kamu main kartu. Dari pada kamu main kartu sendirian kan, hahaha.." tawa Arman justru membuat Joko menjadi tambah merasa tidak enak hati.
" Boleh aku buat peraturan baru main kartu ini...he he..maksudku tidak seperti peraturan yang sebenarnya, " kata Arman lagi. Joko semakin gugup, kebingungan.
" Begini Joko...kalau nanti kartu yang kamu dapetkan adalah queen, Raisa bisa jadi pacar kamu!" jelas Arman.
" Maksud mas Arman...?" tanya Joko heran. Arman hanya tersenyum sembari mengedipkan matanya, seakan memaksa Joko untuk mengiyakan aturan mainnya.
     Kartu queen dengan gambar hati di setiap sudutnya, ada di tangan Joko sekarang. Bukan king, seperti yang biasa ia dapatkan ketika sedang bermain kartu seorang diri. Itu tandanya, nona Raisa bisa menjadi pacarnya.
Arman tersenyum senang, tapi tidak dengan Joko. Bagaimana ini bisa terjadi begitu saja ?
Joko semakin tidak mengerti, apalagi saat dia menanyakan maksud dari permainan kartu ini.
"Sudahlah Joko, terima saja ya hadiahnya, aku tambah lagi ya, untuk duit kontrakan aku bebaskan sampai bulan depan, atau sampai kapan pun kamu mau," Arman menawar dengan setengah memaksa. Sementara itu, Joko semakin tidak paham maksud semua ini, ia merasa seperti kejatuhan buah durian. Buah yang rasanya paling lezat, tapi kulitnya berduri.
" Bukannya dia istri mas Arman, apakah...?!"
"Dia bukan istriku, dia adalah perempuan yang menginginkan aku, tapi aku tidak mencintainya," jelas Arman.
     Malam itu Joko tak bisa tidur. Hati dan pikirannya berkecamuk hebat bagai air laut yang akan tumpah ke daratan. Antara senang dan takut, bersyukur atau malah  mengumpatnya. Rejeki atau bukan, Joko semakin tidak percaya. Nyaris linglung. Bayangan Raisa semakin mendekati jiwa. Yang menjadi masalahnya nanti apakah Raisa mau juga menjadikan Joko sebagai pacar dadakan ?
Tak sebanding, Joko Sembodo seorang pengangguran, yang bayaran kontrakannya saja menunggak. Wajah tak tampan, biasa-biasa saja sedangkan Raisa? Mana ada perempuan secantik Raisa yang mau menjadikannya pacar, apalagi pasangan hidup.
Joko ingin angkat kaki dari kontrakan ini, ingin lari dari kenyataan yang belum nyata terjadi.
Tapi, akan kemana dia pergi ? Ingin pulang ke kampung halaman, dia tidak punya ongkos. Tidak mungkin baginya, menyeberang dan mengarungi lautan yang memisahkan pulau Batam dengan pulau Jawa. Jarak yang tidak dekat. Ah, Joko hanya bisa menenggelamkan wajahnya di bawah bantal dan menunggu apa yang akan terjadi besok.
     Waktu berjalan begitu cepat, Raisa telah berada di pelukan Joko. Joko begitu mencintainya, Raisa adalah perempuan yang sama yang pernah dikenalnya dulu, saat pertama bertemu di malam tahun baru. Semangatnya timbul dan membara. Melakukan pekerjaan apa saja dan mengumpulkan hasilnya. Kelak, akan dipinangnya sang permata hati, Raisa yang cantik.
     Minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Joko berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiahnya untuk meminang sang pujaan hati. Tetapi pesan whatsapp dari Raisa malam itu seketika membuat jantungnya berdegup tak karuan.
      "Mas Joko, dengan berat hati aku menyampaikan pesan ini. Permainan kartumu sudah selesai. Kamu lah pemenangnya sekarang, kamu berhak menjadi raja dan biarkan mas Arman yang memegang queen, hati, dan love aku. Terima kasih sudah mengajak aku menjadi salah satu pemain kartu-kartumu."
Joko menggaruk kepalanya yang tidak gatal, matanya menjadi nanar menatap tulisan-tulisan pada pesannya Raisa.
Joko menggulir ke atas layar handphone barunya itu, pesan Raisa muncul lagi.
      " Mas Arman sudah menceraikan istrinya, sekarang aku bisa bebas memilikinya dan memilihnya menjadi suami aku. Memang butuh bertahun-tahun untuk menjalani ini semua. Butuh proses, dan andai saja dulu kamu menolak permainan kartu dengan Mas Arman, mungkin aku tidak pernah bersama kamu, dan tidak akan pernah mendapatkan Mas Arman juga."
Di akhir pesannya, Raisa menyampaikan permintaan maaf kepada Joko, yang telah mengecewakannya selama bertahun-tahun.
SELESAI
           Â
- Solitaire : permainan kartu seorang diri
- King    : raja
- Queen : ratu
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI