Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Surat Cinta dari Surga (Bab.2 , Part.1)

2 Desember 2019   15:03 Diperbarui: 2 Desember 2019   15:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logopit Plus/dokpri

"Ada apa Aziz? Kenapa kamu terlihat gelisah sekali sejak tadi? Apa ada yang bisa Bapak bantu?"

"Aku ingin bicara dengan Bapak di jam istirahat nanti. Bisa kan?" jawabnya polos.

"Tentu bisa. Baiklah, sekarang kembalilah seperti sebelumnya. Bapak tidak mau di jam pelajaran Bapak, ada satu murid pun yang terlihat murung. Oh iya anak-anak, jika kalian punya masalah pribadi yang mengusik ketenangan hati kalian. Kalian bisa ceritakan masalah kalian kepada Bapak. Dan kita akan mencari jalan keluar bersama-sama. Bagaimana?"

"Baiiik, Paaaaaak" jawab mereka serempak.

"Ha ha ha, sepertinya saya tahu kenapa Aziz manyun seperti itu Pak Ammar." sela Lukman, murid yang duduk di belakang Aziz.

"Jangan sok tahu kamu, Luk," gertak Aziz tak terima.

"Aku lihat kok tadi kamu penasaran tentang surat yang disimpan Pak Ammar di laci itu. Kamu takut surat itu dari Bu Rossi, kan? Ngaku aja ayoo. Kamu cemburu kan Ziz, hahaha."

"Cemburu?" mendengar itu, Ammar mengernyitkan keningnya. Kedua alisnya spontan bertemu.

"Iya, Pak Ammar. Bapak masih ingat tidak, saat kami duduk di kelas VII. Bapak pernah memberi kami tugas tahunan untuk menulis tentang kejadian mengagumkan yang pernah kami lihat di lingkungan sekitar. Waktu itu kan, Aziz bercerita tentang bidadarinya yang baik hati dan dermawan itu. Dan tak lain bidadari itu adalah Bu Rossi, guru Pkn dan tetangganya sendiri di rumah."

Semua murid menertawakan Aziz dengan renyah. Sementara bocah berambut cepak pirang itu terlihat kesal sekali. Sorotannya tajam kearah Lukman. Sedangkan Ammar tampak tersenyum geli mendengar penjelasan dari Lukman. Ia beranjak kembali ke tempat duduknya. Membuka laci yang sudah ia tutup sebelumnya. Kemudian tangan kanannya memungut sepucuk surat yang memang ia yakini surat itu ditulis oleh Rossi untuknya. Tak lama setelahnya, Ammar kembali mendekati Aziz. Disodorkannya surat tersebut kearah Aziz. Bocah humoris itu menatap heran wajah gurunya.

"Surat ini masih tersegel. Kau lihat, Bapak belum membukanya sedikit pun apalagi membaca isinya. Kalau kamu cemburu kepada Bapak, maka ambil surat ini. Anggap ini adalah milikmu dari Bu Rossi. Maafkan Bapak ya Aziz, karena surat ini sudah membuat hatimu tak nyaman. Apa kamu mau memaafkan Bapak?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun