Mohon tunggu...
Ihsan Yahya
Ihsan Yahya Mohon Tunggu... Guru - pribadi

lakukan yang terbaik selagi kau bisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjuangan di Sudut Desa Terpencil

18 Januari 2021   13:15 Diperbarui: 18 Januari 2021   13:21 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekarang aku tinggal bersama kakek dan nenekku yang sudah tua renta, di usia senja mereka mau menambah beban dengan membawaku dalam kehidupan mereka. Sekarang aku sudah duduk dibangku SMP yang pertanda bahwa pejuangan dan beban baru semakin bertambah. Aku tak mau membebani kakek dan nenekku yang sudah tua sehingga untuk biaya sekolah dan biaya hidup aku cari sendiri, sepulang sekolah aku mencari uang dengan cara pergi memancing disawah sehingga dengan hal tersebut aku bisa membeli buku, pena dan perlengkapan sekolahku yang lain, tak terkecuali di hari libur sperti hari minggu, aku memanfaatkan waktu tersebut dengan cara menolong para petani diladang dan disawah. Aku tak pernah memilih pekerjaan yang diberikan, selagi itu halal maka aku tidak menolaknya.

Terkadang aku merasa iri dengan anak-anak yang lain, karena mereka begitu mudah mendapatkan uang dengan meminta kepada orang tuanya, akan tetapi untuk mendapatkan uang aku harus kerja keras membanting tulang, dan tak ketinggalan aku juga harus membantu kakek dan nenekku untuk mencari uang.

Terkadang ditengah malam sering aku terbangun dan dan termenung sendiri, lalu aku berkata didalam hati ”ya Allah apa kesalahanku kenapa begitu berat cobaan yang kau berikan” tanpa terasa airmatakupun kembali menetes.

Aku tak ingin orang lain tahu apa yang aku rasakan, sehingga aku selalu tersenyum untuk menyembunyikan kepiluan di hati. Aku tak ingin orang lain merasa iba kepadaku, aku tak ingin orang lain merasa kasiahan kepadaku, maka aku selalu menampilkan wajah yang selalu tersenyum.

Tahun in merupakan hari raya ketiga, malaksanakan hari raya tampa ditemani oleh ayah dan ibunda tercinta, di pagi hari raya saat langkah kaki pertama dilangkahkan suara takbir dimasjid mulai terdengar, maka air matakupun mulai menetes tetapi aku tak ingin orang lain tahu tentang apa yang aku rasakan, lalu aku hapus air mata dipipiku dan aku berjalan dengan cepat kemajid,

Akan tetapi disaat khatib hari raya menyampaikan khutbah, tibalah saat dimana khatib menceritakan kisah anak yatim piayatu di saat berhari raya, khatib mengatakan:

Siapa yang harus di beri sedekah, merekalah anak yatim piatu yang sudah tidak mempunyai orang tua lagi, selesai solat ini mari kita cari mereka, dimana mereka berada mungkin nereka apakah meeka sedang meratap ditempat tidur ataukah mereka sedang menangisis batunisan ayah Dn ibunda mereka, sambil berkata: 

Wahai ayah dan ibunda tercinta, hari ini adalah hari yang paling bahagia bagi yang kaya, hari yang pahit bagi kami yang ayah bunda tinggalkan, andai ayah masih hidup dan bunda masih ada mungkin ayah dan ibunda merasa iba, ayah dan ibunda tercinta, kami datang kepadamu untuk mengadu seperti dahulu, baju yang dulu ayah belikan kini tinggal secabik kain usang, sepatu baru yang ibu pakaikan hanya menyisakan sehelai benang rapuh.

Dimana ibu kini kami rindu pelukan hangat dan kasih sayang ibu, ayah.. mengapa ayah tega meninggalkan kami yang belum siap menerima kenyataan ini, pulanglah ayah pulanglah ibu jangan tidur terlalu lama, anak tiada tempat mengadu, tiada tempat meminta hidup tinggal sebatang kara.

Wahai ayah ibunda tercinta adakah kalian mendengar suara kami adakah terbayang tangis kami, hidup didunia tanpa ayah dan ibunda tiada satupun yang peduli, semenjak ibu dan ayah tiada kami tak punya sepatu baru kami tak dapat baju baru, kembalilah ayah.. kembalilah ibu.. jangan biarkan anakmu yang malang menangisi btu nisan ini jangan biarkan kami meneteskan airmata pada tanah yang merah ini.

Disaat mendengar kata-kata khatib tesebut seakan-akan aku ingin menangis sekuat-kuatnya, karena apa yang di sampaikan khatib dalam khutbahnya sangat sesuai dengan apa yang aku alami saat ini, tetapi aku tidak mau orang lain tahu, sehingga aku menahannya kuat-kuat, akan tetapi butiran air mata itupun jatuh juga dipipiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun