Dalam konteks pasca-Perang Dunia II, teori Marshall menjadi dasar legitimasi bagi negara kesejahteraan (welfare state). Negara dipandang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar warga agar kesetaraan sosial dapat terwujud. Namun, di balik gagasan humanis itu tersimpan kritik: Marshall berbicara dari konteks masyarakat Eropa yang relatif homogen, sehingga kurang mempertimbangkan dimensi ras, gender, dan kolonialisme.
II. Turner dan Kritik atas Kewarganegaraan Modern
Bryan S. Turner, dalam karya seperti Citizenship and Social Theory (1993), menantang pandangan Marshall yang dianggap terlalu optimistik dan linear. Turner menegaskan bahwa kewarganegaraan tidak pernah benar-benar universal; ia selalu dikonstruksi dalam konteks kekuasaan. Menurutnya, "kewarganegaraan adalah proses sosial yang selalu mengandung eksklusi dan inklusi."
Turner memandang kewarganegaraan sebagai medan pertarungan antara negara dan masyarakat, antara mereka yang memiliki hak dan mereka yang dikecualikan. Ia memperkenalkan gagasan cultural citizenship---bahwa menjadi warga negara juga berarti diakui secara simbolik dan kultural, bukan sekadar administratif.
Dalam dunia yang kian global, Turner menilai bahwa bentuk-bentuk kewarganegaraan baru muncul: kewarganegaraan kosmopolitan, kewarganegaraan digital, hingga kewarganegaraan transnasional. Semua itu menunjukkan bahwa hubungan antara individu dan negara tidak lagi linier, melainkan cair dan berlapis.
Jika Marshall menekankan "penyertaan sosial" melalui kebijakan negara, maka Turner menyoroti "pembentukan identitas" dalam ruang sosial yang lebih luas. Kewarganegaraan tidak hanya ditentukan oleh hukum negara, tetapi juga oleh akses terhadap pengakuan sosial, simbolik, dan kultural.
III. Dari Hak Menuju Keberdayaan: Dimensi Sosial Kewarganegaraan
Sosiologi kewarganegaraan mengajarkan bahwa menjadi warga negara bukan hanya menerima hak, tetapi juga mempraktikkan partisipasi sosial. Dalam kerangka Marshall, kewarganegaraan berkembang melalui perluasan hak; namun dalam pandangan Turner, ia tumbuh melalui perjuangan sosial.
Kita dapat melihat contohnya di berbagai belahan dunia: