Lagi-lagi Guru jadi 'korban' dari kualitas publik speaking pejabat negara yang rendah. Ya bagaimana tidak? Tak habis-habisnya persoalan Guru yang membuat pejabat kita harus tidak tau lagi memilih dan memilah kata-kata yang tepat agar persoalan status Guru di negeri ini mendapatkan hak kesejahteraan mereka.
Namanya juga profesi, yang namanya profesi harus berbanding lurus apa yang dikerjakan dengan apa yang dia terima bukan?
Namun di negara kita ini, tak habis-habisnya persoalan kesejahteraan Guru didengung-dengungkan.
Jika beberapa hari lalu pernyataan Sri Mulyani yang dipelintir oleh video deepfake hasil olahan kecanggihan AI alias Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan yang berhasil mengecoh dunia maya, dimana seakan-akan wajah dan bibir Sri Mulyani mengatakan sesuatu tentang nasib guru jadi beban negara, yang sebenarnya Sri Mulyani tidak pernah langsung mengatakan demikian.
Dengan mempelajari pola wajah, suara, dan gerakan dari data asli, sistem AI alias Kecerdasan Buatan kemudian menghasilkan video baru yang tampak sangat realistis sehingga wajah bisa diganti, suara bisa ditiru, dan ekspresi dapat direkayasa.
Karena kemiripannya dengan kenyataan, video deepfake bisa digunakan untuk menyebarkan hoaks, fitnah, atau manipulasi informasi. Parahnya lagi, perbedaan video AI dan asli sering kali nyaris tak terlihat.
Dan itu dialami sendiri oleh Sri Mulyani yang berakibat fatal, dimana rumah beliau menjadi salah satu korban kerusuhan demo yang berujung penjarahan seisi rumahnya.
Publik Speaking Pejabat Negara Kembali Jadi Sorotan
Usai Sri Mulyani dan pejabat negara lainnya seperti Ahmad Sahroni, Uya Kuya, dan Eko Patrio mendapatkan gelar publik speaking rendah dan kurang menghargai orang, kini muncul kasus baru.
Ya, Kementerian Agama (Kemenag), Nasaruddin Umar kembali jadi viral dan mendapatkan kredit poin tidak bagus ditengah-tengah masyarakat kita akibat perkataan atau pernyataannya yang dianggap kembali 'merendahkan profesi Guru'.