Bagi wisatawan baru melihat Sigale-gale merupakan pertunjukan yang menarik. Kemampuannya dalam menari tor-tor lengkap dengan musik memang bisa membuat tubuh kita ikut bergoyang.
Namun ketika saya tahu mengapa orang Batak membuat Sigale-gale sempat membuat merinding. Apalagi persis di belakang saya ada replika makam batu leluhur. Sebelum agama Kristen menyebar di Batak oleh Ludwig Ingwer Nommensen, misionaris asal Jerman yang mengenalkan Protestan di antara suku Batak. Penguburan orang Batak masih di atas permukaan dan menggunakan batu.
Tenun Ulos Dikenalkan Sejak Dini
Masyarakat lokal di Toba menjadikan Pelabuhan Parapat sebagai pintu gerbang utama menyeberang ke Pulau Samosir. Perjalanan butuh waktu sekitar 45 menit.
Dari atas kapal feri kita bisa menikmati lanskap indah bukit berbaris yang mengelilingi Danau Toba. Rasa penasaran saya makin membuncah setelah pulang dari Museum T.B. Silalahi melihat kekayaan adat istiadat dari Batak, termasuk kain.
Bagi orang Batak, Ulos merupakan aset paling berharga dan bergengsi. Ternyata di dalam adat batak mengenal istilah mangulosi yang artinya memberi ulos sebagai lambang pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan dan kebaikan lainnya.
Orang yang memberikan ulos biasanya mereka yang lebih tua dalam silsilah keturunan. Sehingga kain Ulos sulit dipisahkan dalam darah orangBatak, oleh sebab sejak lahir, hidup dan meninggal kain Ulos berfungsi bukan hanya sebagai pelindung tubuh.
Saya pun tiba ke Desa Lumban Suhi Suhi, terletak di antara Pelabuhan Tomok dan Kabupaten Samosir, Pangururan. Desa ini menjadi desa kreatif pengrajin Ulos yang terdiri dari beberapa kepala keluarga dengan ciri khas rumah Bolon saling berdekatan dan berhadapan.
Halaman depan rumah mereka digelar menjadi lapangan untuk melakukan tenun Ulos. Selain perempuan berumur melakukan tenun Ulos, ada beberapa anak perempuan yang dipersiapkan untuk belajar menenun agar tradisi tersebut tidak terputus.
Menarik!
Cara menenun Ulos dilakukan manual, ada pemilihan benang dan penyusunan motif seperti Songket Palembang. Motif Ulos ini berasal dari nenek moyang mereka. Lama waktu proses pembuatan bisa memakan waktu satu hingga tiga bulan lamanya sesuai kerumitan motif. Kita bisa ikut turut membantu warga lokal dengan cara membeli hasil tenun Ulos tersebut sebagai bentuk apresiasi dan menggerakkan ekonomi lokal.