Hal yang ditimbulkan karena terlalu mepercayakan tugas kepada mitra adalah bias informasi. Ketika Bulog menyalurkan beras seharusnya diiringi dengan penyerapan beras petani.Â
Mitra yang ditugaskan untuk pengadaan beras bisa saja tidak sesuai perkiraan. Hubungan kemitraan tidak semuanya sesuai ekspektasi dan paling parah tidak jujur.Â
Anak perusahaan saja bisa melakukan penggelapan dana/memberikan informasi yang salah apalagi hubungan sebatas mitra.
2. Tidak Memenuhi Cadangan Beras Pemerintah
Cara Bulog untuk menstabilkan harga beras adalah dengan menyalurkan beras ke pasar (hukum permintaan dan penawaran).Â
Beras yang disalurkan berada di gudang dan masuk dalam cadangan beras pemerintah (CBP). Stok cadangan beras pemerintah yang ideal yaitu 1,2 - 1,5 juta ton.Â
Stok beras ini bisa berasal dari petani dan impor. Pemenuhan CBP dari petani lokal bisa tidak sempurna jika faktor nomor 1 di atas tidak berjalan dengan seharusnya. Sebagai ilustasi, kenaikan beras saat Oktober 2022 karena stok CBP sebesar 673.613 ton.
3. Persaingan dan Harga Beli Beras
Di pasar persaingan sempurna, siapa saja bisa masuk jadi produsen. Pihak swasta berani membeli gabah dengan harga beli lebih tinggi dibanding Bulog. Hal ini tidak salah mengingat swasta sebenarnya mengejar profit.Â
Bulog yang tidak bisa bersaing secara harga juga tidak salah secara bisnis tapi jadi salah karena awal tugas pembentukan bumn yakni sebagai alat pemerintah untuk menata kebijakan.
Kesalahan Bulog yang tidak berhasil menstabilkan harga sebenarnya sudah tidak dapat ditoleransi.Â
Meskipun alasannya luas Indonesia dan sebagainya, Bulog yang sudah berdiri sejak 1967 seharusnya memiliki competitive advantage dalam persaingan (terlebih didukung pemerintah).Â