Pemerintah kerap kali disalahkan atas kenaikan harga pangan. Pemerintah sebenarnya menyerahkan tugas ini ke Perum Bulog, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Kementerian Perdagangan untuk mengendalikan harga pangan.Â
Bukan hanya tiga institusi tersebut, pemerintah juga berharap harga pangan semakin stabil setelah pembentukan holding BUMN Pangan (ID FOOD).Â
Hampir setiap tahun muncul berita bahwa harga pangan (beras) naik terutama saat hari raya keagamaan. Mengapa harga pangan ini naik? Mengapa bulog gagal menstabilkan harga beras?
Penyebab Kenaikan Harga
Jika mengikuti hukum permintaan dan penawaran, alasan harga barang naik karena banyaknya permintaan.Â
Hal ini berlaku bagi beras dan pangan lainnya, harga naik karena banyaknya permintaan dan sedikitnya stok yang ada di pasar. Dengan kata lain, produksi beras nasional tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan.Â
Jika dirinci lagi, kenapa produksi beras tidak mencukupi maka banyak faktor lagi di dalamnya. Faktor paling besar adalah iklim, lahan yang kurang, hingga rendahnya produktivitas lahan.Â
Jika dijelaskan maka yaitu, iklim yang berubah membuat petani perlu menyesuaikan masa tanam dan panen, luas panen padi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatra, dan lahan satu hektar yang seharusnya menghasilkan 20 ton padi hanya bisa menghasilkan 14 ton padi.
Kegagalan Bulog
Ada beberapa faktor yang membuat bulog gagal menstabilkan harga beras. Penulis akan merinci dan menggunakan kosakata dan ilustrasi semudah mungkin. Kegagalan ini murni dari Bulog bukan petani (iklim, kenaikan bbm, dan biaya produksi). Beberapa faktornya sebagai berikut.
1. Kurangnya Keterlibatan ke Petani Secara Langsung
Mengutip pernyataan Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Muhammad Saifulloh, fungsi Bulog sebagai stabilitator tidak ada.Â
Ia menuding Bulog tidak langsung berhubungan dengan penggilingan, petani, dan pihak yang berkaitan. Bulog mempercayakan tugas (pengadaan beras) ke mitranya.