"Jangan!" katanya singkat. "Jangan dilepas!" tegasnya lagi.
Saya begitu penasaran, mengapa kaus kaki itu tidak boleh dilepas? Apa yang terjadi pada kakinya sehingga tidak boleh dilihat? Apakah kakinya bau dan terdapat borok? Apakah kuku-kuku kakinya busuk sehingga ia malu memperlihatkannya?
Pernah waktu ia tidur dan saya kira terlelap, saya dengan sengaja -- bahkan sudah sangat pelan -- melepas kaus kakinya. Secepat kilat ia terbangun. Matanya menyorot tajam. Emosinya naik ke ubun-ubun.
"Saya sudah setia memberikan apa yang kau mau. Saya selalu hadir dalam setiap janjian kita. Tidak ada kebutuhanmu yang tidak saya penuhi. Mengapa untuk permintaanku ini saja, kau berani melanggarnya?"
Saya terdiam. Sejenak saya ketakutan. Apakah ia tersinggung dan nanti meninggalkan saya? Bagaimana tagihan-tagihan mobil saya yang belum lunas dan masih perlu dicicilnya? Bagaimana nanti saya mengirim uang ke orangtua di kampung?
Sejak saat itu, kaus kaki hitam tebal itu saya biarkan saja melekat di kakinya. Meskipun bau-bau keringat persetubuhan kami mengalir dan meresap di kaus itu, sehingga sesekali membuatnya begitu bau karena bercampur dengan bau sepatu. Meskipun tubuh saya agak terganggu dengan gesekan-gesekan sedikit kasar dari kaus itu ketika kami bercinta.
Kali ini ia begitu buas melampiaskan hasrat. Setelah saya melepaskan seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya -- tentu saja di luar kaus kaki itu -- secepat kilat ia menyambar tubuh saya.Â
Ia menjilati setiap bagian tubuh saya yang masih merona dan menawan, dan terus saja menyalurkan berahinya. Sampai sepuluh ronde kami bermain. Karena kelelahan, kami tertidur pulas. Saya tidur setelah mendengar Samin mengorok di samping saya. Dalam mimpinya, Samin kembali ke masa-masa lalunya.
"Saya mau menikahi kamu. Hanya, satu syarat saya ajukan," kata Samin semalam sebelum pernikahannya.Â
"Apa?" jawab perempuan yang hendak dinikahinya.
Samin mengambil satu kotak kecil bersampul kulit merah. Ia membukanya. Dalam sinaran lampu kamar yang begitu terang, sesuatu yang tertancap dalam kotak itu mengilat sempurna. Begitu kuning, kuning keemasan, menyilaukan mata.