Bila membaca biografi Akio Morita, sedikit banyak kita mengerti bagaimana pahit manis pengalaman hidupnya, bagaimana suka duka menjalani bisnisnya, dan bagaimana ia bangkit dari keterpurukan, yang kesemuanya itu tersimpulkan dalam kutipan-kutipannya.
Pembaca lebih jelas mengerti asal muasal cerita tercetusnya kutipan itu. Untuk peribahasa, pembaca sekadar menerima. Sama sekali sukar ditemukan sejarah pencetusnya.
Ada lagi selain keduanya
Ada satu lagi yang perlu dipelajari selain keduanya. Sebagai orang beragama, bila jeli dan mau membaca, sebetulnya kitab suci agama tiap-tiap kita tidak kekurangan kata-kata bijak penuh makna.
Semua ayat-ayatnya menuntun pada kebaikan dan kebermanfaatan bagi diri dan sesama. Banyak kebijaksanaan yang mencerahkan kehidupan dan membangkitkan semangat yang patah.
Saya pribadi sering merenungkannya. Dalam Alkitab, setidaknya ada tiga kitab yang kerap saya dengarkan lewat Youtube saat hendak tidur malam. Mereka adalah Kitab Amsal, Kitab Ayub, dan Kitab Pengkhotbah. Boleh Anda dengarkan. Saya jamin betapa bermanfaat.
Akhir kata...
Tulisan ini tidak sedang menyatakan bahwa peribahasa lebih baik daripada kutipan atau sebaliknya. Tidak pula menganjurkan bahwa Anda hanya membaca ayat kitab suci dan tidak memperhatikan peribahasa dan kutipan.
Baik peribahasa, kutipan, maupun ayat suci, ketiganya ada untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Masing-masing saling melengkapi dan membentuk pemikiran yang bijaksana. Betapa berguna jika diterapkan dalam perilaku dan ucapan.
Semoga, kehidupan kita hingga akhir hayat lebih terarah pada kebermanfaatan bagi diri dan sesama. Jangan sampai tersesat di tengah jalan!
...
Jakarta
13 Juni 2021
Sang Babu Rakyat